Jurnal Hati Irfa Hudaya

Minggu, 14 Desember 2025

Optimisme menyambut 2026 versi saya
2026


Rasanya 2025 berjalan begitu cepat. Perasaan baru kemarin memasuki Januari 2025. Tiba-tiba saja Desember sudah berjalan menuju lembar kalender berikutnya. Kayaknya masih banyak hal-hal di kepala yang masih menjadi wacana.

Tahun ini fokus saya rasanya terbelah. Kalau tahun-tahun sebelumnya kegiatan tulis menulis masih menjadi rutinitas dengan postingan blog atau membuat artikel. Tahun ini saya lebih banyak mengajar dan berkegiatan sosial melalui Aisyiyah sebagai ortom dari Muhammadiyah. Meski begitu ada juga kegiatan saya yang berkurang. Tahun sebelumnya saya dan suami bareng-bareng mengelola D'Pala foodcourt yang dipasrahkan pada kami pengelolaannya. Tahun ini saya sekadar mendampingi atau membantu saat pengunjung ramai saja.

Pencapaian tahun ini

Dunia tulis menulis yang tak benar-benar ditinggalkan.

resolusi 2026


ini merupakan resolusi tahun lalu. resolusi tahun lalu adalah menelurkan karya solo kembali. Pengennya menulis buku baru. Akan tetapi secara umur, ingatan dan kemampuan menulis saya sadari tak sehangat dahulu. Terkadang perlu dipancing melalui AI walau terkadang malah kebingungan karena kebanjiran informasi dan kemampuan dari AI.

Saya pun masih menulis blog. Memang tak serajin dahulu. Akan tetapi cukup membuat blog terlihat aktif. Sesekali membuat artikel organik meski kadang terkendala oleh rasa malas.

Editing menjadi sebuah hal baru bagi saya. Beberapa kali saya mengedit karya antologi dari sekolah yang ingin dibukukan. Jika saya merasa tak relate dengan tulisan anak-anak dalam karya antologi tersebut. Saya meminta Kakak untuk melanjutkan pekerjaan. Kemudian saya sekadar menjadi proof reader saja.

Baru-baru ini saya dan teman-teman membuat sebuah buku antologi yang diinisiasi oleh Perguruan Muhammadiyah Gunungpring. Awal konsep buku tersebut adalah tribute to Hima Sugiyarto. Ya … sahabat saya yang sudah saya anggap sebagai abang ini Allah cukupkan umurnya di tanggal 18 Agustus 2025. Begitu banyak yang merasa kehilangan dan mereka pun butuh healing untuk katarsis rasa sakit. Rasanya buku Untold Story yang pernah saya gagas bersama Pak Hima seperti mendapat gayung bersambut. Akhirnya konsep untold stories itu yang saya tawarkan.

Target awal hanya 100 hal A4. Tak saya sangka teman-teman antusias untuk membuat karya ini. Ada beberapa orang yang tak sempat menulis saya wawancara dan saya terjemahkan ke dalam tulisan. Amazing banget … 211 hal A4, dua kali lipat dari target pun terpenuhi. 60 orang terlibat dalam proyek ini.

Mengedit naskah dari mereka yang belum berpengalaman menulis menjadi tantangan tersendiri. Apalagi yang ingin semuanya terlihat bagus akhirnya menggunakan AI. Saya mengembalikan tulisan hasil AI yang belum diparafrase kepada sang pemilik tulisan untuk diperbaiki.

Alhamdulillah naskah itu sudah menjadi buku. Kami meluncurkan buku ini dalam sebuah acara bedah buku dan ideopolitor Muhammadiyah yang diadakan tanggal 13 Desember 2025.

Mengajar dengan hati

acara


Seperti tahun-tahun sebelumnya secara rutin saya masih mengajar ekstrakulikuler Jurnalistik dan Kubah Sastra, kelas menulis untuk anak-anak SD Muhammadiyah Gunungpring. dan SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Rasa syukur terucap kala anak-anak Kubah Sastra bisa meluncurkan satu buku antologi cerpen. Sebuah prestasi yang layak untuk diapresiasi kala anak-anak ini bisa memaksa diri untuk menulis cerpen yang cukup panjang untuk mereka.

Saya juga mengisi workshop menulis untuk anak-anak. Selain mengajar sendiri, ada juga yang mengajar bersama tim Gen W Academy bersama sahabat-sahabat saya. Tak hanya sekadar mengisi workshop. Akan tetapi juga membuat konsep bagi sekolah yang menggunakan jasa kami untuk mempublikasikan karya. Sempat juga beberapa kali diundang untuk mengisi acara literasi di Jogja maupun di Solo untuk anak-anak maupun perempuan muda.

Pencapaian tertinggi saya sebagai guru kelas menulis adalah salah satu anak didik saya meraih medali perunggu dalam Olimpiade Muhammadiyah Berprestasi Nasional bidang jurnalistik. Dari sekian ratus peserta Aqila Mufida, anak didik saya lolos 21 besar dalam bidang tersebut. Sesuatu yang tak disangka karena anak ini baru pertama kali mengikuti lomba. Sekalinya ikut lomba tingkat nasional pula.

Di luar mengajar kelas menulis, ternyata saya juga diminta untuk mengajar tata boga untuk anak-anak klas 7 di SMP Muhammadiyah Plus Gunungpring. Awalnya hanya sekadar guru pengganti. Tak disangka untuk semester depan saya masih diminta untuk meneruskan program yang sudah ada. Harus punya banyak referensi nih untuk kegiatan masak memasak sederhana semester depan.

Ber-Aisyiyah dengan Gembira



Setiap pilihan itu selalu ada resikonya. Itu hal yang sering saya katakan pada anak-anak. Memang berbicara lebih mudah dari melakukannya ya? Namun saat berada dalam posisi tersebut sungguh terasa berat jika hendak mengulangi kata-kata yang sama.

Dua tahun lalu saat menyanggupi untuk terlibat dalam kepengurusan tingkat cabang atau setara kecamatan saya tak pernah memikirkan bahwa Aisyiyah Cabang Muntilan begitu banyak kegiatan. Sementara itu di Aisyiyah Ranting Gunungpring saya tak hanya berkutat dalam administrasi saja, sesuai dengan jabatan di Aisyiyah Gunungpring sebagai sekretaris. Di ranting saya membantu kegiatan pelaksanaan Badan usaha ekonomi milik Aisyiyah.

Awalnya fokus pada keuangan katering dan laundry saja. akan tetapi lama-lama TM Mart, sebuah toko kecil di dalam area sekolah SMA Taruna Muhammadiyah Gunungpring, sekolah milik Muhammadiyah Gunungpring yang memadukan akademik dan kesamaptaan membutuhkan perhatian. Bersama teman-teman kami pun membenahi sistem supaya nanti lebih mudah diteruskan oleh penerus kami.

Seiring seringnya saya di Tarunamu Mart ternyata membuat bonding dengan para siswa di sana. Semakin lama nambah saja anak-anak yang manggil saya Bunda, seperti yang biasa kakak dan adek lakukan.

Alhamdulillah TM Mart makin berkembang. Memang tak mulus-mulus saja. Banyak hal yang dipertimbangkan saat mengambil keputusan. Akan tetapi sering kali memang butuh ketegasan supaya sistem yang terbangun berjalan dengan baik, meskipun tak sempurna.


Harapan di tahun depan

kuda api


Kata orang sih 2026 merupakan tahun kuda api yang datang setiap 60 tahun sekali dalam siklus kalender lunar Tiongkok. Tahun tersebut diharapkan akan memberikan dorongan kuat untuk mengejar impian dan terus bergerak maju. Manusia harus selalu berinovasi dan berani menghadapi tantangan.

Secara pribadi saya masih ingin membuat karya kembali. Apalagi murid-murid di sekolah makin banyak yang ingin tahu karya-karya saya. Entah itu sebuah karya buku fisik atau buku digital. Rasanya jika hendak menulis novel romance kok saya kehilangan ekspektasi pada romantisme cinta. Seperti berada dalam fase nrimo dan legowo dengan kondisi saat ini.

Salah satu impian saya adalah menyelesaikan naskah novel biografi yang baru 30% itu. Terlalu banyak menulis naskah non fiksi ternyata berpengaruh besar terhadap kemampuan saya menulis fiksi. Naskah yang sudah terkatung-katung hampir tiga tahun itu Insya Allah akan saya selesaikan sesegera mungkin.

Selain itu saya masih menyimpan harapan baru. Ingin sekali saya membuat sebuah buku anak. Saya merasa murid-murid saya membutuhkan buku yang sesuai dengan usianya.

Eksplorasi


Impian saya yang lain adalah mengembangkan D’Pala Foodcourt. Bagaimana meningkatkan pengunjung melalui berbagai macam promosi yang tak harus mengeluarkan banyak biaya. Saya juga pengen pagi hari D’Pala berjualan, entah di lantai bawah atau lantai atas. Setidaknya orang makin mengenali D’Pala ini sebagai tempat makan keluarga. Tak hanya sebagai tempat nongkrong anak-anak muda. Kami sudah mulai menambah menu yang sekiranya disukai mulai anak-anak sampai orang dewasa.

Tarunamu Mart pun menjadi bagian dari resolusi saya tahun depan. Dari sistem yang kami bangun salah satu yang saya usahakan adalah membuat laporan sederhana yang mudah dibaca dan dipahami orang lain.

Di luar itu memperbanyak produk-produk yang sekiranya diminati oleh siswa. Mulai dari makanan atau minuman. Saya kok jadi kebayang ya, kalau usaha ini tak sekadar toko kecil. Akan tetapi menambah kantin sebagai bagian dari Tarunamu Mart.

Eksplorasi sisi religius

Semakin bertambah usia makin ingin dekat dengan Sang Pencipta. Begitu juga dengan saya. Tahun 2026 usia saya genap 50 tahun. Setengah baya. Saya ingin sisa usia saya bermanfaat untuk banyak orang. Salah satunya dengan kegiatan di Aisyiyah tersebut.

Saya juga ingin memperdalam agama. Rasanya di tahun 2025 iman saya lebih banyak turunnya. Pengennya sih nggak hanya mendengarkan taushiyah saja. akan tetapi benar-benar belajar bagaimana taukhid, fikih dan muamalah yang benar.

Bukan berarti ingin menjadi si paling benar dalam beragama. Akan tetapi dalam agama yang saya anut sudah menetapkan batasan-batasan yang kuat antara yang haq dan yang bathil.

Buat saya yang sudah mendekati lansia ini sudah tak lagi muluk-muluk dalam bermimpi tentang masa depan. Buat saya sih, yang realistis dan bisa diusahakan.

Tak ingin terlalu banyak ekspektasi. Semakin kita menumpuk harapan jika tak kesampaian bakal jatuhnya lebih sakit. Meski begitu saya memandang sebuah optimisme di tahun yang akan datang. Bahwa tahun depan akan membawa kebaikan yang jauh lebih besar dibandingkan dengan hari ini.

Apa harapanmu di masa depan, temans? Yuk cerita bareng ….





Minggu, 30 November 2025

Memindai Kebaikan yang Selalu Terhubung
rantai



"Jangan sekali-kali kamu meremehkan kebaikan sedikitpun, meskipun (hanya) kamu bertemu dengan saudaramu dalam keadaan tersenyum."
(HR Muslim)

Hadits yang diriwayatkan oleh Muslim ini memberikan pesan bahwa setiap perbuatan baik, meski sekadar tersenyum memiliki nilai pahala dan mendapatkan pahala dari Allah SWT. Padahal sebagai manusia sering kali kita abai terhadap kebaikan-kebaikan kecil tersebut.

Sering kali kebaikan-kebaikan kecil yang kita lakukan ternyata memberikan dampak besar di kehidupan orang lain. Saat kita sudah melupakan. Ternyata hal itu masih saja diingat oleh orang yang menerima kebaikan kita. Dan kebaikan itu tak berhenti. Akan tetapi rantai kebaikan akan selalu tersambung dan terus terhubung. Tentu saja memiliki manfaat bagi penerimanya.

Kebaikan yang pernah saya terima


Bagi saya salah satu kebaikan yang terus saya terima melalui persahabatan dan persaudaraan. Sering kali persahabatan yang kami lalui tak selalu mulus karena kami bukanlah nabi yang selalu bersabar atau malaikat yang tak memiliki emosi. Tak selalu mengatakan bahwa pertemanan kami begitu sehat. Akan tetapi saya selalu mengatakan bahwa pertemanan kami memperpanjang rantai kebaikan.

Hati yang saling terkait.

Ada di hampir satu dekade lalu keluarga kami mengalami kesulitan finansial. Paksu saat itu tetap berada di luar kota, menjaga kedua orang tua. Sementara saya dan anak-anak berada di rumah.

Seseorang mengetuk pintu rumah saya. Salah satu orang tua teman Kakak datang ke rumah. Beliau kehabisan bensin, sementara itu ia tak membawa dompet maupun ponsel. Padahal ia harus mengantar anak yang lain ke sekolah yang lebih jauh. Karena rumah kami dekat dengan sekolah kakak dan anaknya. Satu-satunya yang beliau ingat hanyalah kami. Saya hanya memegang uang sepuluh ribu saat itu. Karena tak tega akhirnya saya serahkan satu-satunya uang yang ada di dompet.

Lantas saya tak memegang uang sedikitpun. Beras di rumah pun tak ada. Sore itu anak-anak sudah merasa lapar. Saya yang kebingungan membawa anak-anak bersilaturahmi ke salah satu sahabat yang sudah saya anggap sebagai saudara.

Rasanya lega saat sahabat saya ini menawari anak-anak makan. Setidaknya anak-anak tak merasa lapar malam itu. Saya sudah nggak bisa mikir esok hari mau seperti apa.

Saat ngobrol sesuatu yang seru. Tiba-tiba ia menghentikan obrolan. Lantas sahabat saya ini bertanya.
“Nduk, kamu punya beras nggak di rumah?”

Saya tersenyum. Tapi mata saya tak berhenti mengeluarkan air mata. Melihat ekspresi saya sahabat saya ini kemudian menyiapkan satu bungkus beras yang saya rasa cukup untuk satu minggu. Lantas menyelipkan uang berkali-kali lipat yang saya serahkan ke teman wali murid di pagi hari.

Kebaikan yang saya terima dari sahabat tak hanya berhenti di situ saja. Mungkin di berbagai kesempatan saya memberikan tempat duduk saat berada di angkutan umum, memberikan antrian pada orang yang lebih tua, atau sekadar tersenyum pada orang lain. Hal-hal yang sering kali tak diingat. Akan tetapi memiliki dampak besar buat orang lain. 
Dan kebaikan yang saya terima jauh lebih besar dari apa yang saya berikan pada orang lain. Bahkan melebihi ekspektasi. Ketika saya mendapatkan ujian besar yang terkait dengan anak. Seorang teman yang berprofesi sebagai psikolog menjadi jalan bagi terpecahkan masalah yang terjadi antara saya dengan anak.

Kebaikan dari keluarga sendiri.

Rantai kebaikan


Dalam keluarga sering kali melakukan suatu kebaikan berdasarkan bakti atau kewajiban sebagai anggota keluarga. Akan tetapi jika kita tak seimbang dalam melakukan kebaikan satu sama lain tentunya kita takkan mendapatkannya secara seimbang.

Sering kali dalam keluarga kita hanya melihat keburukan-keburukan pasangan atau anak-anak kita. Hal itu membuat kita begitu sulit memindai kebaikan yang sejatinya lebih banyak daripada keburukan yang kita hitung.

Ternyata dari hal-hal yang tak saya sukai dari pasangan. Saya menyadari bahwa dia bukan laki-laki patriarki yang tak peduli urusan rumah. Dia selalu membantu saya dalam urusan rumah. Tak keberatan untuk bergantian menjaga anak saat mereka masih kecil. Tak pernah bertanya kemana saja uang hasil kerjanya saya belanjakan.

Dia pun tak pernah melarang saya untuk mengembangkan diri. Selalu support dengan apapun yang menurut saya memang layak untuk dilakukan. tidak insecure, bahkan mensyukuri keberadaan saya. Tak semua laki-laki bisa melakukan itu.

Di luar saya ngomelin anak-anak tentang ini dan itu. Sejujurnya mereka sering kali tak ingin melihat saya mengkhawatirkan mereka. Anak perempuan yang tak mengeluh mengurus saya ketika sakit. Bahkan bisa multitasking melakukan tiga pekerjaan sekaligus. Caregiver, mengurus rumah, dan bersekolah saat pandemi. Begitu juga dengan anak lelaki saya. Dia pun selalu membantu pekerjaan rumah. Mau urusan cuci piring atau cuci baju. Ia akan lakukan sebaik mungkin.

Rantai kebaikan di dalam rumah

Rantai kebaikan dalam keluarga tidak terjadi begitu saja. Tentu saja harus ada pengajaran yang tak hanya sekadar kata-kata saja. Namun selalu ada keteladanan yang diberikan oleh orang tua sebagai pendidik dalam keluarga. Alih-alih bilang,”Kalau lewat depan rumah tetangga tuh kulonuwun, minimal senyum.”
Lebih baik kita contohkan pada anak-anak kita untuk lebih ramah terhadap tetangga kita.
Tidak menyerobot antrian orang, membukakan pintu pada orang yang lebih tua, jika ada barang terjatuh jangan sungkan untuk mengambilkan, atau yang lebih simpel mengajarkan anak mengucapkan terima kasih saat menerima kebaikan atau sesuatu. Mengatakan maaf saat melakukan kesalahan, dan mengatakan tolong jika menginginkan sesuatu atau meminta pertolongan. Hal-hal basic namun sering kali terlupa saat memberikan pendidikan pada anak-anak di dalam rumah.


Rantai kebaikan di dunia digital

media sosial


Punya media sosial untuk apa sih?
Kalau dulu saya punya media sosial karena mau ngikutin anak. Pengen tahu aja apa yang mereka posting, akun apa saja yang mereka ikuti, tren apa saja yang mereka ketahui sehingga kalau ngobrol bisa nyambung. Saya merasa beruntung bahwa berbagai pekerjaan yang saya lakukan pun terkait dengan media sosial. Dalam perjalanannya rasanya sayang kalau media sosial hanya digunakan untuk hal-hal seputar pekerjaan atau kehidupan sehari-hari.

Makin berumur saya merasa bahwa setiap kali melakukan sesuatu harus memiliki value. Begitu juga saat bermedia sosial. Meski tak melulu harus memiliki muatan taushiyah. Akan tetapi hal-hal yang ringan saja bisa jadi memiliki nilai besar bagi orang lain.

Self reminder, note to my self. Sesuatu yang sebenarnya kita tujukan untuk diri sendiri ternyata mengena untuk orang lain. Menggugah kesadaran dalam kehidupan. Bahwa kebaikan tak pernah berjalan sendiri.

Kamis, 30 Oktober 2025

Empty Nest Syndrome: Fenomena Psikologis yang Terjadi pada Orang Tua Saat Anak Beranjak Dewasa
Orang tua posesif



Empty Nest Syndrome (ENS) adalah sebuah fenomena psikologis sering kali dialami oleh para orang tua yang anak-anaknya sudah dewasa. Mereka mulai meninggalkan rumah untuk melanjutkan studi ke perguruan tinggi, bekerja di luar kota, atau bahkan menikah. Hal ini ditandai dengan perasaan kesepian, kehilangan, dan kekosongan emosional dalam diri para orang tua. ​

Mereka yang berusia antara 40 – 50 tahun merasakan fenomena ini. Meskipun tak bisa dikatakan sebagai kondisi klinis secara resmi. Namun begitu banyak yang mengalami sehingga perlu menjadi perhatian bagi para ibu dan ayah yang memiliki usia sekitar itu.

Ada beberapa tahapan orang proses yang dialami oleh para orang tua ini. Hal ini menjadi reaksi terhadap anak-anak yang lebih sering berada di luar rumah.

Penolakan
Biasanya orang tua merasa bahwa anaknya masih bayi, atau seperti stuck di usia remaja. Rasanya tak mau anak-anak memiliki kesibukan sendiri meskipun itu terkait dengan kegiatan sekolah. terkadang ada orang tua yang melarang anaknya pergi baik dengan temannya atau kegiatan di luar rumah.

Perasaan kehilangan atau perilaku pasif
Saking memiliki perasaan kehilangan yang amat kuat. Hal ini menimbulkan kesedihan yang mendalam. Bahkan ada orang tua yang menganggap anaknya tak lagi perhatian karena terlalu sibuk dengan kegiatannya. Terkadang ada orang tua sampai malas melakukan aktivitas karena merasa rindu anaknya pulang ke rumah.

Perilaku impulsif
Anak kadang kesel banget kalau orang tua sudah mulai melakukan hal-hal yang impulsif. Tak bertanya terlebih dahulu. Misalnya menelpon saat anak sedang sibuk berkegiatan. Atau bahkan ada yang anaknya dirantau tiba-tiba orang tua nyusulin gegara tak bisa menahan rindu.

Penyesuaian
Untuk berada dalam tahapan menyadari bahwa anaknya bukanlah anak kecil yang harusnya masih merengek dan ngelendot. Orang tua mulai menyadari bahwa memang sudah semestinya bertumbuh. Mereka pun mulai beradaptasi dengan berbagai perubahan dalam kehidupan orang tua.

Legowo
Saat sudah menyadari bahwa anak bertumbuh. orang tua pun akan mulai menerima situasi saat anak tak harus selalu di sisi karena mereka harus berjuang dan memiliki kehidupan yang lebih berwarna. Orang tua pun akan menemukan keseimbangan emosional kembali. Sudah memahami ritme anak-anak dan bagaimana menyikapi rasa rindu tanpa harus ngerecokin.

Proses ini bisa saja berlangsung cukup lama. Mulai anak pergi hingga dua tahun ke depan barulah orang tua bisa legowo dan terbiasa dengan segala perubahan.

Gejala dan Dampak Psikologis yang biasanya terjadi

Orang tua yang mengalami Empty Nest Syndrome mungkin menunjukkan gejala fisik dan emosional misalnya
  • Kesepian, sedih, dan perasaan hampa yang cukup dalam
  • Kecemasan, mudah marah, dan gangguan tidur
  • Kehilangan tujuan hidup atau bahkan harga diri.
  • Rasa gelisah berlebihan akan keselamatan dan kesejahteraan anak
  • Penurunan interaksi sosial dan isolasi
  • Dalam kasus berat, dapat menyebabkan depresi klinis bahkan pikiran bunuh diri.​
Sindrom ini sering kali terjadi pada kaum ibu karena kuatnya keterikatan emosional dengan sang anak. Hal ini biasanya disebabkan karena para ibu sering kali memiliki peran yang lebih besar dalam kepengasuhan anak. Empty Nest Syndrome tidak hanya berdampak pada individu, tetapi juga memiliki berpotensi mempengaruhi hubungan dalam keluarga seperti meningkatnya risiko konflik atau perubahan dinamika pernikahan, terutama jika orang tua sebelumnya sangat tergantung secara emosional pada anak-anak sebagai pusat kehidupan sosial dan emosionalnya.​

Bagaimana Cara Mengatasi Empty Nest Syndrome?

Ada beberapa cara setidaknya mengurangi efek dari Empty Nest Syndrome ini.
  • Memahami bahwa sindrom ini adalah bagian yang manusiawi dari kehidupan keluarga
  • Berusaha memiliki identitas diri diluar peran sebagai orang tua salah satunya dengan kegiatan aktif di luar rumah.
  • Mengisi waktu dengan aktivitas baru, seperti hobi, pekerjaan sosial, atau olahraga
  • Mempertahankan komunikasi yang sehat dengan anak, meskipun jarak jauh
  • Memperluas jejaring sosial di luar keluarga
  • Mencari dukungan psikologis profesional jika gejala depresi atau kecemasan berat muncul.​
Banyak orang mengalami Empty Nest Syndrome. Hal ini sangat wajar saat menghadapi masa transisi anak menuju kedewasaan. Anak bukanlah milik kita. Ia milik zamannya. Sebagai orang tua kita hanya perlu mengalah sedikit supaya anak memiliki space dan bersiap untuk memiliki pengalaman hidup yang jauh lebih kompleks.

Minggu, 12 Oktober 2025

Arianto Setiadi: Membangun Ruang Aman Bagi ODGJ

Apresiasi Pewarta Astra 2025


Kesadaran gen Z terhadap kesehatan mental di media sosial membuat generasi sebelumnya pun mendapatkan dampak positif. Apalagi di masa pandemi mulai tahun 2020 efeknya luar biasa. Masyarakat yang tak bisa bebas keluar rumah harus berjuang lebih kuat lagi baik dari sisi ekonomi maupun kesehatan fisik dan mental.

Meski kesadaran tentang kesehatan mental sudah terbangun. Akan tetapi hal itu ternyata belum cukup memberikan kesadaran yang lebih dalam terhadap orang dengan gangguan jiwa. Begitu banyak stigma yang melekat bagi mereka yang memiliki gangguan jiwa. Bahkan sekadar datang ke psikolog saja sudah mendapatkan stigma negatif.

Stigma orang dengan gangguan jiwa dalam masyarakat masih menjadi persoalan sendiri. Pandangan negatif, labeling dan perlakuan diskriminatif acap kali didapatkan oleh orang yang dianggap gila atau tak waras. Padahal sebagian besar orang dengan gangguan jiwa dapat pulih dan berfungsi dengan normal saat mendapatkan pengobatan yang tepat. Mereka layak untuk bekerja, berpartisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan bahkan menikah.

Hal ini terpikirkan oleh seorang perawat di RSUD Kebumen. Seorang laki-laki yang sangat paham bahwa ODGJ perlu mendapatkan pendampingan supaya bisa hidup lebih berdaya. Memberikan literasi dan edukasi. Dan yang terpenting memberikan wadah bagi mereka untuk berkarya. Dialah Arianto Setiadi.

Arianto Setiadi dan Kopigawa

ODGJ


Keresahan dan keprihatinan Arianto Setiadi terhadap stigma yang masih berkembang di masyarakat terhadap ODGJ membuatnya bergerak. Dengan beberapa rekan-rekannya ia mendirikan Komunitas Peduli Gangguan Jiwa atau lebih dikenal sebagai KOPIGAWA. Sebuah komunitas yang didirikan di RSUD Prembun Kebumen pada 6 April 2021.

Komunitas ini didirikan atas bentuk kepedulian terhadap orang dengan gangguan jiwa. Tujuan didirikannya komunitas ini adalah memberdayakan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ) melalui kegiatan produktif dan pendekatan humanis.

Latar belakang dibentuknya KOPIGAWA adalah tingginya angka kasus ODGJ di Kebumen yang mencapai sekitar 8.000 kasus. Kebumen pun menjadi daerah dengan kasus pasung terbanyak di Indonesia. Selain itu, stigma negatif, ketakutan, dan persepsi keliru masyarakat terhadap gangguan jiwa menjadi fokus utama komunitas ini dalam memberikan literasi dan edukasi.

Arianto Setiadi bersama KOPIGAWA berkomitmen untuk memulihkan martabat ODGJ melalui pemberdayaan, rehabilitasi, edukasi masyarakat, serta pendampingan agar ODGJ dapat kembali hidup mandiri.

Program Kerja dan Pemberdayaan ODGJ

ODGJ


Arianto dan tim relawan di Kopigawa ini tak hanya sekadar memberikan literasi dan edukasi. Namun mereka juga memiliki program kerja dalam pemberdayaan ODGJ. Program-program ini meliputi :

1. Pendampingan Pasca Rawat Inap di Rumah Sakit
Program ini fokus pada pendampingan dan rehabilitasi ODGJ. Setelah mereka menyelesaikan masa perawatan di rumah sakit mereka didampingi untuk kembali beradaptasi dan bersosialisasi dengan lingkungan sekitar. Langkah-langkah yang dilakukan adalah :
  • Menyusun rencana aksi pendampingan dan integrasi sosial bagi ODGJ.
  • Membentuk tim pendamping yang terlatih dan mempunyai jadwal kunjungan teratur ke rumah ODGJ.
  • Melakukan monitoring dan evaluasi kondisi kesehatan dan sosial ODGJ secara berkala.
  • Mengadakan pertemuan rutin antara pendamping, keluarga, dan tenaga kesehatan untuk koordinasi.
2. Penyesuaian Keahlian ODGJ
Tak hanya melakukan pendampungan untuk bersosialisasi di masyarakat. Arianto dan Kopigawa membekali ODGJ dengan keterampilan tangan dan keahlian lain agar mereka mampu untuk produktif. Arianto dan Tim Kopigawa akan membantu memasarkan baik dari online maupun offline. Hasil penjualan yang didapatkan akan dikembalikan kepada ODGJ sebagai penghasilan mandiri.
Implementasi dari program ini adalah :
  • Mengidentifikasi potensi dan minat keterampilan ODGJ melalui asesmen awal.
  • Menyediakan pelatihan dan pembekalan keterampilan praktis sesuai potensi tersebut.
  • Memfasilitasi sarana produksi kegiatan usaha mandiri (kerajinan, pertanian, dan kegiatan lainnya.
  • Membuka akses pemasaran hasil karya dan hasil yang didapatkan akan kembali kepada ODGJ.
3. Pendampingan berkelanjutan dari KOPIGAWA
Dengan dukungan komunitas dari Kopigawa ini ODGJ akan mendapatkan pendampingan berkelanjutan. Hal ini diberikan untuk mendukung ODGJ supaya tetap kooperatif dan mampu hidup mandiri. Selain itu diharapkan mereka menjalani kehidupan sosial yang jauh lebih baik. Upaya yang dilakukan untuk program tersebut adalah :
  • Membagi tugas dan membentuk kelompok pendamping yang fokus pada aspek psikososial dan produktivitas.
  • Membangun komunikasi aktif dan dukungan psikologis untuk ODGJ.
  • Menyelenggarakan workshop dan edukasi bagi pendamping dan keluarga ODGJ.
  • Membuat data dan dokumentasi perkembangan individu ODGJ sebagai bahan evaluasi.
4. Kemandirian di Masyarakat
KOPIGAWA mendorong pemberdayaan ODGJ melalui berbagai kegiatan kreatif dan kewirausahaan. Hal ini menjadikan mereka mampu hidup mandiri dan menghilangkan stigma negatif di masyarakat. Edukasi pada masyarakat terus dilakukan. Hal ini dikarenakan supaya masyarakat mengerti pentingnya perawatan manusiawi dan untuk mengurangi angka pasung.
Strategi pelaksanaan dari program ini adalah :
  • Menyusun program kewirausahaan yang melibatkan ODGJ dalam kegiatan ekonomi produktif.
  • Mengadakan sosialiasi edukasi untuk masyarakat dalam menghilangkan stigma dan pasung.
  • Membangun jejaring kemitraan dengan lembaga sosial dan pasar lokal.
5. Penyediaan layanan antar jemput ODGJ secara gratis

Untuk penyediaan layanan ini Arianto dan tim Kopigawa telah mengusahakannya dalam bentuk :
  • Menyediakan kendaraan khusus untuk antar jemput ODGJ ke fasilitas layanan kesehatan atau kegiatan rehabilitasi secara gratis kepada pengguna.
  • Membuat jadwal antar jemput secara berkala dan disesuaikan dengan kebutuhan ODGJ. Hal ini dilakukan supaya akses ke layanan kesehatan dan kegiatan pemberdayaan tidak terkendala karena faktor transportasi.
  • Relawan atau anggota komunitas bertindak sebagai pengemudi dan pendamping dalam proses antar jemput dan memastikan keamanan serta kenyamanan ODGJ selama perjalanan.
  • Memberikan edukasi pada keluarga dan masyarakat tentang layanan antar jemput ini. Dukungan maksimal saat mengikuti program pemulihan dan kemandirian akan membuat ODGJ semakin baik kondisinya.

Sumber dana untuk biaya operasional dan kegiatan

Meski ini sebuah kegiatan nirlaba, tak bisa dipungkiri kegiatan ini memerlukan biaya yang tak sedikit. Untuk itu Arianto dan tim relawan pun mengusahakan untuk mendapatkan biaya operasional, pelaksanaan program, layanan pendampingan serta pembelian bahan baku untuk produksi dari pihak lain supaya tak membebani pasien dan keluarga. Beberapa sumber dana yang digunakan untuk kegiatan ini berasal dari donasi dermawan, yayasan atau lembaga sosial lain yang concern terhadap pemulihan ODGJ. Bantuan dari pemerintah setempat dalam bentuk hibah atau program pendanaan khusus sangat membantu kegitan. Tak lupa juga hasil dari penjualan produk dan kerajinan tangan juga memiliki kontribusi dalam program pemberdayaan ini.

Apresiasi dan inspirasi

Kerja keras tak kenal lelah membuahkan hasil yang manis. Apa yang dilakukan membawa Arianto Setiadi sebagai finalis Apresiasi SATU Indonesia Awards 2024 di bidang kesehatan. Penghargaan ini membuktikan kontribusi dan dedikasi Arianto terhadap layanan dan perbaikan kondisi mental para ODGJ. Hal ini tentu saja memberikan dampak yang positif. Pemberdayaan dan kemandirian yang diwujudkan dalam berbagai program pendampingan diharapkan menjadi sebuah program yang berkelanjutan. Ini bisa menjadi percontohan bagi tempat lain untuk literasi, edukasi, pendampingan dan pemberdayaan demi kemandirian orang dengan gangguan jiwa.

Pendekatan yang humanis menjadikan Arianto dan Kopigawa mudah diterima oleh keluarga maupun ODGJ sendiri. Arianto Setiadi merupakan contoh relawan kesehatan jiwa yang berjuang keras mengubah paradigma masyarakat tentang gangguan jiwa. Ia memberikan ruang aman bagi penyintas untuk hidup mandiri dan bermartabat. 
Apa yang ia lakukan tentunya menjadi inspirasi bagi banyak orang. Untuk tak memandang sebelah mata bagi mereka yang memiliki gangguan kejiwaan. Bagaimanapun juga mereka manusia. Yang ingin memiliki tempat di hati manusia lain dan masyarakat. #SatukanGerakTerusBerdampak #KitaSATUIndonesia

 

Tragedi Andes 1972: Semangat Penyintas Menembus Batas Logika Manusia
Kecelakaan Pesawat 1972
cr : rarehistoricalphotos.com


Assalamualaikum temans,
Setiap manusia memiliki perjuangan masing-masing dalam hidup. Entah mereka harus struggle dalam perekonomian, rumah tangga, kesehatan. Atau juga ujian hidup yang mempengaruhi segala aspek kehidupannya. Bahkan ada yang mengalami kondisi bertahan dalam situasi yang sangat ekstrim. Tentunya bagi mereka yang mengalami hal itu memiliki trauma yang cukup dalam. Namun saat mereka telah melewati hal itu. Dan mereka tetap bisa melalui kehidupan. Tentunya akan memberikan inspirasi yang luar biasa bagi orang lain.

Dalam minggu ini rencananya saya mau nonton film Tukar Takdir yang dibintangi oleh Nicolas Saputra. Film ini berkisah tentang tokoh-tokoh yang saling berkaitan dengan kecelakaan sebuah pesawat terbang. Salah satunya adalah karakter Rawa yang merupakan satu-satunya korban yang selamat.

Rasanya film ini relate dengan sebuah kisah epic tentang kecelakaan pesawat di Pegunungan Andes di Amerika Selatan. Sebuah kecelakaan yang terjadi pada tahun 1972. Masa dimana teknologi belum secanggih sekarang. akan tetapi korban yang selamat mengusahakan tetap hidup dengan berbagai cara yang tak masuk akal.

Tragedi Kecelakaan Pesawat di Pegunungan Andes 1972

Tepat 53 tahun yang lalu. 13 Oktober 1972 Penerbangan angkatan udara Uruguay 571 mengangkut tim rugby Old Christians Club bersama keluarga dan para pendukung. Pesawat ini berangkat dari Montevideo menuju Santiago. Sebelum sampai ke Santiago pesawat ini singgah di Mendoza.Mereka mengalami kecelakaan di Pegunungan Andes. Sebuah wilayah pegunungan terpencil di Argentina. Tepatnya di dekat perbatasan dengan Chile. Pesawat Fairchild FH-227D tersebut jatuh pada ketinggian sekitar 3.660 meter (12.020 kaki).

Sebuah kesalahan navigasi dari seorang co pilot yang kurang berpengalaman membuat kecelakaan itu terjadi. Co pilot salah mengira telah melewati puncak gunung dan mulai menurunkan pesawat terlalu dini. Hal itu membuat pesawat pun menabrak lereng gunung dengan kekuatan tinggi.

Bagian ekor pesawat menabrak gunung hingga bagian belakang terlepas dan sejumlah penumpang terpental keluar dari pesawat. Sebagian lagi tewas seketika. Sayap kiri dan kanan juga terpotong akibat dari benturan pesawat dengan puncak gunung berikutnya. Badan utama pesawat kemudian meluncur menuruni lereng curam dengan kecepatan sekitar 350 km/jam (220 mph). Sampai akhirnya berhenti di atas gletser yang tertutup salju.

Tiga awak pesawat dan sembilan penumpang tewas di tempat. Beberapa lainnya mengalami luka berat. Dari jumlah 45 penumpang dan awak yang berada dalam pesawat. Ada 33 orang yang selamat.

Kecelakaan pesawat 1972
cr : tempo.co

Tak terbayang di benak korban-korban selamat ini menghadapi suhu di bawah nol derajat, kekurangan logistik karena persediaan makanan hanya terdiri dari sedikit permen dan anggur yang habis dalam seminggu. Belum lagi paparan salju dan udara dingin menusuk tulang.

Pencarian pun dilakukan oleh petugas. Berhari-hari mereka menyisir pegunungan Andes untuk mencari korban. Badan peswat pun belum ditemukan. Sayangnya cuaca yang ekstrem mengganggu operasi pencarian tersebut. Setelah delapan hari pencarian dihentikan oleh pihak yang berwenang. Petugas agaknya tak mengetahui jika ada korban yang selamat dan menunggu pertolongan lebih lanjut.

Sebuah keputusan yang tidak diketahui oleh para penyintas. Ancaman lain bagi mereka sudah ada di depan mata. Logistik yang akhirnya tak lagi mereka temukan, hipotermia, infeksi luka, dan kelaparan mengancam semua yang masih hidup.

Sebuah Keputusan Bertahan Hidup Yang Tak Diinginkan

Dari 33 orang yang tadinya selamat. Satu persatu pun tak kuasa menghadapi kondisi ekstrem. Para penyintas menyaksikan sendiri teman mereka satu persatu mengembuskan napas terakhir karena infeksi luka, hipotermia ataupun kelaparan. Para penyintas yang masih bertahan pun bersepakat untuk bisa bertahan hidup dengan lebih lama.

Mereka menyadari. Satu-satunya harapan sumber makanan yang tersisa adalah jasad rekan-rekannya sendiri. ini bukan keputusan yang mudah. Mereka yang masih bertahan adalah para Pemuda Katolik yang taat. Perdebatan sengit pun muncul ketika Roberto Carnessa, seorang mahasiswa kedokteran hendak mengambil keputusan untuk mengonsumsi daging dari jasad yang sudah meninggal.

Setelah melalui berbagai perdebatan. Akhirnya mereka melakukan Pacto de Sangre. Ini adalah perjanjian darah yang dilakukan antar penyintas. Jika salah satu dari mereka meninggal. Rekannya yang masih hidup boleh menggunakan mereka sebagai bahan makanan untuk bertahan hidup. Ini bukan lagi tentang naluri memangsa orang lain. Akan tetapi bagaimana bertahan hidup tanpa adanya harapan yang pasti.

Ternyata yang mengancam kehidupan mereka bukan hanya tentang kelaparan. Akan tetapi bencana alam dan keputusasaan membuat mereka harus berjuang lebih dari sebelumnya. 29 Oktober 1972 tragedi kembali terjadi.

Saat para penyintas tidur di dini hari. Sebuah longsoran salju yang besar menimpa reruntuhan pesawat dimana mereka tertidur. Delapan orang tewas di dalam kabin yang dipenuhi oleh salju.

Mereka yang masih selamat. Terjebak dalam kegelapan dan udara yang makin menipis. Selama tiga hari mereka berjuang untuk keluar dari situasi yang mencekam. Harapan semakin tipis. Kehidupan seakan makin menjauh. Dan keputusasaan semakin membesar dan melebar.

Kejadian ini membuat mereka yang masih selamat mencoba menata ulang peran dan strategi untuk penyelamatan. Mereka menyadari jika tak ada yang bisa diandalkan kecuali diri sendiri. kekuatan fisik dan mental harus teruji.


Duduk menunggu bagi mereka hanyalah menunggu mati. Seseorang harus keluar untuk mencari pertolongan. Setelah 61 hari pesawat jatuh. Nando Parrado, Roberto Carnessa dan Antonio Vizintin melakukan pendakian. Mereka membuat pakaian dari kain terpal dan jok kursi pesawat. Persediaan makanan pun menggunakan daging manusia yang sudah dikeringkan. Mereka berusaha menggapai puncak gunung di daerah barat.

Setelah beberapa hari mendaki mereka menyadari jika Vizintin tak sanggup meneruskan perjalanan. Akhirnya mereka meminta Vizintin untuk kembali ke bangkai pesawat. Sementara itu dengan kondisi dua pendaki membuat bahan makanan pun akan bisa digunakan lebih lama.

Parrado dan Canessa melanjutkan perjalanan mereka selama 10 hari. Menuruni lereng yang curam, menyusuri sungai yang beku, dan berjalan tanpa henti. Kekuatan dan tekad Parrado didorong oleh janji kepada ayahnya. Bahwa ia akan kembali untuk menyelamatkan adiknya untuk menjadi penggerak utama.

Akhirnya, pada tanggal 20 Desember 1972. Mereka melihat pria berkuda di seberang sungai. Seorang petani Chilli, Sergio Catalán menjadi harapan bagi mereka. Dengan tenaga yang tersisa, Parrado melemparkan batu dengan tulisan yang telah disiapkan

Catalán pun segera memberikan informasi kepada yang berwenang. Harapan pun kembali menyemai. Operasi penyelamatan pun dimulai.


16 Jiwa yang Diselamatkan



Akhirnya harapan pun terwujudkan. 22 dan 23 Desember 1972 helikopter Angkatan Udara Chili berhasil menjangkau 14 penyintas yang bertahan di bangkai pesawat. Dari 45 penumpang, 16 orang yang akhirnya selamat. 72 hari mereka bertahan dan melawan kondisi alam untuk mengusahakan kehidupan.

Dunia memberikan penghargaan bagi mereka. Rasa kagum, simpati, dan terperangah dengan pengakuan tentang apa yang harus mereka lakukan untuk bertahan hidup. Setelah mendengar penjelasan mereka, secara resmi Gereja Katolik menyatakan bahwa tindakan mereka bukanlah dosa dalam konteks "keadaan darurat yang ekstrem."

Para penyintas pada akhirnya menjalani kehidupan yang normal. Meski dengan berbagai trauma. Namun berbagai pihak mengusahakan mereka dengan kesehatan baik fisik dan mental mereka untuk bisa menjalani hidup dengan lebih baik.

Sebuah Pelajaran tentang Kemanusiaan

Saya pribadi tak bisa membayangkan jika berada dalam situasi seperti para penyintas kecelakaan pesawat di Pegunungan Andes ini. Namun yang saya yakini dunia mencatat berbagai pelajaran hidup yang bisa memberikan pencerahan dalam kehidupan.

Kekuatan Jiwa
Kisah ini memberikan bukti nyata tentang ketangguhan, harapan, dan kerja sama manusia dalam menghadapi situasi yang jauh dari kata normal. Para penyintas ini membangun masyarakat kecil dengan aturan, tugas, dan dukungan moral yang kuat antar mereka.

Etika Kelangsungan Hidup:
Tragedi ini memicu debat tentang etika dan batas-batas moral dalam situasi hidup dan mati. Bahwa dalam kondisi yang tak biasa batasan etika bisa saja dikesampingkan untuk menusia bisa bertahan dan memiliki kesempatan untuk hidup lebih lama.

Persahabatan yang kuat
Ikatan batin yang terbentuk di antara para penyintas tetap kuat. Sampai mencapai angka puluhan tahun kemudian. Mereka memahami bahwa adalah orang yang benar-benar memahami apa yang mereka alami adalah sesama penyintas. Tak ada yang bisa memahami lebih baik dari itu.

Inspirasi:
Kisah mereka abadi dalam buku-buku laris dan film. Tercatat karya Piers Paul Read yaitu Alive: The Story of the Andes Survivors, film Alive (1993) serta Society of the Snow (2023).

Tragedi Andes bukan lagi sekadar kisah kecelakaan pesawat atau cerita kanibalisme. Sekelompok orang biasa menghadapi kondisi yang paling tak manusiawi. Mereka memiliki alasan terkuat untuk tetap menjadi manusia dengan segala persoalan kompleks yang dihadapi. Kekuaran dan tekad untuk tetap hidup menjadi alasan paling logis ketika mereka melakukan apa yang tak bisa dilakukan oleh manusia lainnya.

Mereka menjadi icon. Sebuah simbol abadi tentang kebangkitan, kekuatan dan bertahan tetap hidup dalam ketidaknyamanan.

Minggu, 31 Agustus 2025

Jangan Lelah Mencintai Indonesia
Demonstrasi


Assalamualaikum anakku, selamat pagi.

Hari ini, 1 September 2025 saat perempuan setengah baya ini menata kata. Mengetuk keyboard laptop sambil berpikir apa yang ingin aku katakan padamu pagi ini. Sebelum sesuatu yang besar terjadi nanti.

Anak-anak negeriku,
Aku pernah ada di posisi kalian. Resah akan negara yang semakin lama tak memiliki simpati untuk masyarakat negeri ini. Gelisah kediktatoran dari seseorang yang sudah berkuasa selama tiga dekade belum juga berakhir. Kroni-kroninya yang semakin lama merasa memiliki negeri ini hanya untuk golongannya.

Ternyata Nak,
Keresahan kalian lebih kompleks dibandingkan yang ibumu pernah rasakan. Kalian berhadapan dengan kekuasaan yang teramat besar dan semakin tak memiliki rasa malu. Hal-hal yang tak masuk akal semakin lama tersaji penuh di depan mata kita.

Ketimpangan di negeri ini begitu nyata dan terpampang di berbagai patform media sosial. Jurnalistik masyarakat tak bisa menyimpan kebohongan. Jangankan simpati dan empati. Rasa malu tak lagi mereka miliki.

Kalian berhadapan dengan sistem yang porak poranda. Selama satu dekade ini citra yang dibangun pemerintah negeri ini hanyalah pepesan kosong belaka. Seperti sebuah sinetron yang menawarkan kesenangan semu. Orang-orang sudah terlena dengan sebuah citra palsu dari pemimpin-pemimpin negeri ini.

Korupsi yang meraja lela. Hukum yang tebang pilih dan tak lagi bisa diandalkan keadilannya. Pendidikan bagi rakyat bukan lagi sebuah prioritas bagi negara. Pembodohan melalui tayangan di berbagai platform media sosial yang hanya menawarkan suka ria dan hedonisme. Semua hal yang menyihir masyarakat untuk tak menikmati proses menuju kesuksesan. Hal-hal instan yang ditawarkan oleh tokoh publik dan dramanya membuat rakyat sibuk berkomentar dan menjadikan mereka role model. Sehingga terlupa untuk mencerdaskan diri sendiri.

Anak-anak negeriku,
Aku tahu apa yang akan dilalui hari ini merupakan akumulasi kekecewaan dari berbagai hal yang sudah terjadi bertahun-tahun. Lelah dengan kondisi negeri ini yang tak kunjung membaik. Akan tetapi Nak, hati-hati. Fokus pada tujuan perubahan. Jangan sampai rusak oleh provokasi mereka yang tak menyukai adanya pencerdasan dalam kehidupan kita.

Anak-anak negeri yang aku sayangi,
Kita coba lihat satu persatu apa saja akar masalah yang paling dominan yang terjadi di negeri ini.

Faktor Ekonomi

Ini hal yang paling mendasar dan terbanyak dirasakan oleh masyarakat dari tingkat ekonomi terbawah. Kebutuhan sembako semakin lama terasa berat. Ibumu ini merasakan betapa uang seratus ribu sekarang ini seperti tak ada harganya. Untuk belanja di warung hanya bisa untuk membeli kebutuhan konsumsi dua sampai tiga hari. Itu sudah benar-benar mepet untuk menyajikan kebutuhan paling esensial dalam bertahan hidup, yaitu konsumsi pangan sekeluarga. Tentu saja hal ini berpengaruh besar pada daya beli masyarakat yang akhirnya semakin mengencangkan ikat pinggang supaya semua bisa cukup.

Tak hanya itu. Lemahnya nilai rupiah terhadap dolar membuat barang-barang yang hanya didapatkan dari luar negeri jadi lebih mahal. Mulai dari obat-obatan, bahan bakar mesin, juga bahan baku industri pada akhirnya semua biaya dibebankan pada konsumen.

Belum lagi biaya hidup yang lain. Perumahan semakin lama tak terjangkau dengan harga yang semakin membumbung tinggi. Transportasi umum yang tak lagi menjadi prioritas sehingga masyarakat memilih moda transportasi lain seperti kendaraan bermotor roda dua. Hal ini memicu masalah lain di berbagai tempat. Tak hanya kemacetan. Akan tetapi polusi udara semakin lama pun meningkat tajam.

Pendidikan yang seharusnya menjadi kewajiban bagi negara untuk membangun kualitas anak-anak negeri ini tak dijalankan dengan baik. Kualitas guru pun pada akhirnya di pertanyakan. Sehingga berbagai pihak swasta yang concern akan pendidikan mengambil alih tugas negara. Saat negara tak lagi bisa diandalkan untuk memberikan pendidikan terbaik. Pihak swasta tanpa dukungan sedikitpun tentunya hanya bisa mengumpulkan biaya pendidikan dari wali murid. Dan biaya pendidikan itu tak murah.

Kesehatan pun saat ini menjadi begitu mahal. Masyarakat bergotong royong mengumpulkan dana kesehatan melalui asuransi kesehatan yang dikelola oleh pemerintah. Sayangnya dana kesehatan itu sering kali tak dialokasikan secara benar.

Sementara itu pendapatan tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini membuat kesenjangan antara pendapatan dan pengeluaran begitu lebar. Membuat masyarakat berada dalam moda bertahan hidup. Tak lagi berpikir tentang sejahtera.

Satu lagi, Nak. Ibumu ini merasakan kekhawatiranmu. Tingkat pengangguran pun semakin tinggi. Mereka yang lulus SMA dan perguruan tinggi sering kali bekerja tidak sesuai dengan kemampuan yang kalian miliki. Sering kali karena ketiadaan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan menjadikan kalian menurunkan standar sehingga mendapatkan gaji yang rendah.

Faktor Politik dan Kebijakan Pemerintah

Nak, sekian lama gelombang demonstrasi yang marak di masyarakat. Banyak hal-hal yang belum terjawab dan tak dipikirkan secara serius oleh pejabat kita. Rencana mereka tentang rancangan undang-undang yang hanya mementingkan segelintir orang dan tak berpihak pada rakyat. RUU yang merugikan banyak pihak. Belum lagi intervensi dan pelemahan demokrasi dengan berbagai kebijakan yang tak populer. Tentu saja membuat kalian semakin kecewa dan marah. Lembaga-lembaga yang seharusnya independen dibuntungi wewenangnya. Otoritas yang semestinya dijunjung tinggi dibatasi. Belum lagi menggunakan alat negara untuk membungkus kritik dan aspirasi dari rakyat.

Nak, ibumu pun muak melihat politik dinasti yang tak lagi malu-malu diperlihatkan. Kalau zaman ibumu dulu kolusi dan nepotisme itu dilakukan dalam diam meski pada akhirnya yang tak berada dalam jalur yang benar akan diketahui banyak orang juga. Mantan penguasa selama 32 tahun itu menempatkan satu anaknya yang terlihat dalam politik. Sementara anak yang lain tak banyak diberikan spotlight.

Saat ini Nak, tak hanya mereka yang berada di pusat kekuasaan tertinggi. Di daerah para pejabat tak malu-malu lagi mencarikan pekerjaan bagi anaknya di jalur politik. Ibumu juga marah, Nak. Saat hukum dan ketentuan dipermainkan hanya sekadar memuluskan para nepo baby ini.

Kalau mereka memiliki kemampuan dan integritas yang mumpuni. Ibu yakin anak-anak negeri ini akan memberikan kesempatan dalam berjejaring di dalam kekuasaan yang bertanggung jawab. Lalu kalau mereka tak berkompeten, mengapa harus dipaksakan? Sebegitu gurihnya kekuasaan ya Nak, sehingga begitu banyak orang menghalalkan segala cara untuk menuju tujuannya.

Ditambah lagi dengan korupsi seperti buku terbuka di atas meja. Mempersilakan orang-orang melihat semuanya. Seperti sebuah pertunjukan dimana semua orang mengetahui awal dan akhirnya. Skandal-skandal setiap hari muncul tanpa permisi. Pengkhianatan dan pencurian uang rakyat tanpa kendali. Rasanya frustasi melihat kondisi saat ini ya Nak?

Faktor sosial dan keadilan

Nak, saat para tokoh publik flexing dengan hal-hal yang mereka punya ibumu ini hanya bisa menerka. Benarkah itu hasil kerja keras mereka sehingga dalam kurun waktu sebentar mereka memiliki limpahan harta benda sedemikian menyilaukan? Sejujurnya ibumu ini jadi berpikiran negatif. Apakah harta ini halal dan thayyib ya, apalagi bagi mereka yang memiliki keyakinan beragama seperti ibu?

Lalu waktu pun menjawab. Akhirnya ibumu pun memahami. Oh ya, lingkaran kekuasaan memang begitu menyenangkan sehingga mereka seringkali bertindak secara cacat etika. Mulut-mulut sampah yang melakukan pemujaan tiada henti pada logika busuk yang merusak nurani. Sangat wajar bagi mereka melakukan hal-hal yang nir simpati dan empati di berbagai kesempatan. Kalau mereka menuai hujatan hari ini. Itu satu hal yang wajar bukan?

Anak-anak negeriku,
Saat ini kita merasakan krisis kepemimpinan dan lemahnya kepercayaan publik pada figur pemimpin dan institusi negara. Mereka yang sudah berjanji namun tak segan untuk mengingkari. Sudah bukan rahasia lagi rakyat hanya dijadikan mesin pengumpul suara lalu saat sudah berada dalam lingkaran kekuasaan arogansi ditunjukkan tanpa rasa jengah.

Kemarahan yang kalian perlihatkan sangatlah wajar. Apalagi mereka melakukan silent treatment bahkan tone deaf seperti tak tahu apa-apa. Timbunan kekecewaan dan murka kalian akan keadaan negeri ini menyulut berbagai demonstrasi yang kalian lakukan. Ibumu akan mendukung itu, Nak. Takkan melarangnya.

Sayangnya korban pun berjatuhan. Dimulai dari Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang tak ikut berdemo. Ia hanya sedang melaksanakan tugasnya. Mengantarkan pesanan makanan yang tak pernah sampai pada pemesannya.

Kendaraan taktis yang biasanya dipakai untuk mendukung operasi pertempuran jarak dekat dan jelajah medan sulit telah membuatnya kehilangan nyawa. Kendaraan yang melaju kencang di tengah masyarakat yang berkumpul menyuarakan keadilan. Masyarakatpun makin marah dan tak percaya terhadap kejujuran aparat dalam memproses kekejaman ini.

Kemarin Nak, di Jogja. Seorang mahasiswa baru di sebuah universitas swasta yang dekat dengan lokasi demonstrasi. Rheza Sendy Pratama pun harus kehilangan nyawa karena tindakan represif dari mereka yang merasa membela negara dengan seragamnya.

Hati-hati untuk hari ini ya Nak. Banyak sekali penyusup yang tak suka negara ini sejahtera. Ibumu ini tahu apa yang akan terjadi hari ini karena kalian tak pernah lelah mencintai negeri ini.

Jangan mudah terprovokasi. Tahan emosi. Lelah dan marah adalah sebuah kondisi yang akan memudahkan mereka memancing anarki. Mundurlah dari gelanggang jika perlu. Pulanglah saat senja telah datang. Karena semua tahu. Malam hari adalah waktu mereka merusak nilai kalian. Libatkan Tuhan dalam setiap pergerakan kalian. Semoga Yang Maha Kuasa selalu melindungi kalian dimanapun kalian berada.

Negeri ini masih butuh kalian, Nak. Sehat-sehat untuk kalian. Panjang umur perjuangan.