Kalau bicara sesuatu yang paling dirindukan adalah berkumpul kembali bersama keluarga. Namun apa mau dikata Bapak sudah berpulang 18 tahun yang lalu, dan Ibuk menyusul lima belas tahun kemudian, tepatnya 3 September 2014.
Yang sudah dipeluk oleh-Nya takkan mungkin bisa kembali. Semua sudah takdir Allah bahwa saat ini sosok-sosok pemersatu dalam keluarga kami telah hilang. Tentu saja hal ini menjadikan kami, putri-putri Bapak dan Ibuk selalu berusaha bertemu setahun sekali.
Kok setahun sekali?
Begitulah. Sejak sebelum menikah, Dik Nisa adik saya persis sudah merantau ke luar Jawa. Awal perantauannya saat menjejakkan kaki di propinsi paling ujung di Pulau Sumatera, Aceh. Empat tahun ia betah bekerja di sana bersama Lembaga Swadaya Masyarakat untuk pemulihan Aceh pasca bencana tsunami. Cukup lama di Aceh, ia pindah ke Lampung. Setelah lebih dari empat tahun berada di Lampung, ia berjodoh dengan orang Lampung pula. Saat ini ia sudah mempunyai dua cowok ganteng yang memanggil saya binda.
Saya sering baper. Pengen banget bisa deketan sama adik-adik. Kalau pun beda kota namun masih di Pulau Jawa bayangan saya masih bisalah dijangkau dengan transportasi. Kalau beda pulau... Duh... Saya dipisahin oleh lautan yang maha luas #eaaaa
Saya masih punya harapan pada adik bungsu saya, Dik Rahma. Suaminya berasal dari tetangga kecamatan sehingga bisa dipastikan jika setahun sekali ia mudik. Iya... Mudik dari Medan. Saya sempet bilang ke suaminya, kalau bisa pindah ke Jawa. Saya merasa tak kuat jauh-jauhan dengan sodara. Saya udah mirip orang tua yang kangen pada anak-anaknya.
Saya bisa menarik napas lebih lega. Gosipnya sih, Dik Arif, suami Dik Rahma mau dipindahin ke Jawa. Kalau dipindahin Jakarta, saya lebih hepi lagi karena Dik Rahma, Eza dan Aira anak-anaknya akan tinggal di Magelang.
Sejujurnya, bagi saya perasaan berat ketika jauh dari adik-adik membesar setelah Ibuk tiada. Apalagi suami juga tak selalu berada di rumah karena bekerja di luar kota. Jika masih ada Ibuk, saya masih punya tempat untuk berpegangan saat saya punya masalah. Meski tak selalu sepaham setidaknya ada perasaan lega ketika bercerita pada Ibuk tentang perasaan yang mengganjal. Setiap hari saya punya waktu bicara hal yang remeh temeh.
Jujur, saya kesepian. Saya sering merasa sendirian. Sebagai anak sulung, saya dikondisikan oleh adik-adik sebagai pengganti orang tua. Dan menjadi orang tua memang selalu ingin dekat dengan anak-anaknya. Ingin selalu berkumpul selagi masih ada kesempatan.
Benar, saat ini gadget sudah sedemikian canggihnya. Jika kangen saya bisa video call dengan adik-adik melihat wajah-wajah mereka. Namun teknologi tak bisa menggantikan perasaan dicintai ketika kami berpelukan, tertawa bersama, atau nggosip bareng di kamar seperti yang dulu sering kami lakukan ketika belum berkeluarga.
Yah ... baper deh. Nggak papa juga sih, emang dari kemarin udah kangen banget sama adik-adik. Kebetulan banget mbak Rizka Alyna dan Mbak Alley Hardiani malah memberikan tema baper jilid dua dalam arisan kita kali ini.