Kita sering kali tak menyadari bahwa dunia berputar begitu cepat. Anak-anak kita pun bertumbuh. Segala hal di dunia ini mengalami perkembangan sedemikian pesat. Tak terkecuali dengan teknologi informasi. Pergerakan informasi di dunia pun semakin lama bertmbah cepat sehingga membawa banyak perubahan dan tatanan dalam masyarakat.
Pernahkah kita menyadari bahwa teknologi dan informasi terjalin sedemikian hebatnya? Betapa arus informasi mengguyur anak-anak kita sedemikian dahsyatnya. Mereka yang termasuk dalam generasi digital native ini tak mau ketinggalan sedikitpun dengan apa yang berkaitan dengan teknologi informasi. Bisa dikatakan bahwa teknologi informasi saat ini menjadi bagian dari kebutuhan pokok selain sandang, papan dan pangan.
Anak-anak di berbagai tingkatan usia pun terjangkit dengan virus Fear Of Missing Out atau biasa disebut FOMO. ‘Virus’ yang menyerang supaya selalu mengetahui apa yang saat ini menjadi tren di kalangan mereka. Betapa galaunya mereka jika tak memiliki informasi yang sama dengan teman-teman sebaya. Kecemasan akan ketidakeksisan mereka di kalangan pertemanan menjadi salah satu masalah tersendiri. Hal itu membuat anak-anak kita begitu khawatir jika tidak berdekatan dengan sebuah alat yang bernama gawai.
Belum lagi terkait dengan media sosial. Teknologi informasi menghubungkan yang jauh menjadi lebih dekat. Yang tak mungkin menjadi mungkin. Yang tak terlihat lantas terpampang di media sosial. Informasi pun menyebar sedemikian cepatnya. Apalagi jika informasi negatif
Sebagai orang tua, baik orang tua di rumah atau pendidik di sekolah mau tak mau harus menyamakan langkah dengan anak-anak yang berada dalam generasi digital native. Generasi yang lahir setelah tahun 1990 ini begitu mengakrabi teknologi. Segala proses informasi dan cara berpikir generasi ini pun terpengaruh dengan perkembangan teknologi yang begitu pesat. Tak bisa dipungkiri dengan kecepatan teknologi informasi yang tak terduga inilah membuat kita yang lahir sebelum tahun 1990 pun sering mengalami gegar teknologi.
Apa yang perlu kita lakukan untuk menghindari kesenjangan pengetahuan tentang teknologi informasi?
Salah satunya cara yang perlu kita lakukan adalah ‘menjadi mereka’. Banyak hal yang harus kita pahami untuk mendekati ‘menjadi mereka’. Sejajar dengan mereka dalam pengetahuan. Mencari informasi yang lebih valid dengan keberadaan teknologi informasi ini karena sejatinya dengan pesatnya perkembangan selalu ada dua kutub yang bertentangan. Dampak positif dan negatif.
LITERASI DIGITAL
Efek negatif tanpa perlu dicari akan datang dengan sendirinya begitu mudah. Namun mengoptimalkan efek positif memang perlu diusahakan. Salah satunya adalah memanfaatkan teknologi informasi untuk literasi.
Pemanfaatan teknologi komunikasi dalam dunia literasi pun makin dikembangkan. Kita bisa melihat begitu banyak referensi yang kita dapat dari kegiatan daring. Begitu banyak perusahaan sudah cukup lama memberikan informasi melalui situs web. Begitu juga dengan instansi pemerintah yang telah berbenah diri dengan berbagi informasi melalui situs resmi. Hal ini tentu saja membantu masyarakat pada umumnya untuk mengakses informasi yang terjamin validasinya. Dengan begitu bagaimana mengembangkan literasi digital bagi generasi milenial saat ini?
Setiap individu perlu memahami arti pentingnya literasi digital saat ini. tak hanya mereka yang berada dalam generasi milenial ini. Namun kita sebagai orang tua atau pendidik perlu melek literasi digital. Literasi digital sama pentingnya dengan membaca ataupun menulis. Di zaman yang memiliki akses tak terbatas dalam teknologi informasi ini kita harus berhati-hati saat mendampingi anak-anak. Tentu saja pola pikir dan perilaku yang dilakukan generasi milenial ini berbeda dari generasi sebelumnya. untuk itu perlu diberikan pemahaman bagi anak-anak kita ini untuk lebih bertanggung jawab dalam penggunaan informasi maupun berinteraksi dengan sebaya.
Apa saja yang orang tua atau pendidik informasikan tentang literasi digital bagi anak-anak?
1. Pemanfaatan internet secara baik
Teknologi tanpa batas membuat siapapun bisa mengakses informasi dari belahan dunia paling ujung sekalipun. Masyarakat Indonesia jika ingin mengetahui tentang budaya dari bangsa lain tinggal mengetikkan kata kunci dalam sekejap ribuan atau bahkan jutaan informasi siap digali. Karena tanpa batas itulah maka perlu memahamkan bagi anak-anak kita bahwa diperlukan pengendalian diri ketika berselancar di dunia maya.
Banyak hal yang akan mereka temui di sana. Salah satunya adalah pornografi mudah tersaji di depan mata. Jika anak-anak kita belum masuk usia remaja, maka akan mudah bagi kita membatasi akses. Bisa dengan memasang aplikasi parental control di gawai, atau pembatasan konten yang tersedia di beberapa media sosial. Dengan mudah kita bisa memblokir konten yang tak sesuai dengan usia anak-anak.
Jika anak-anak kita sudah remaja, maka yang wajib kita lakukan adalah pembangunan karakter dan pemahaman akan internet baik yang akan mempengaruhi perilaku mereka. Standar moral yang berlaku di masyarakat dan efek negatif dari kecerobohan dalam memanfaatkan teknologi informasi perlu disampaikan. Bantu anak-anak kita untuk lebih arif dalam mencerna dunia digital.
2. Ajak anak untuk membuat konten yang kreatif
Saat ini media sosial menjadi primadona. Sekedar untuk hiburan, bersosialisasi atau untuk berbisnis. Banyak juga yang memanfaatkan pertemanan sebagai catatan harian atau bersilaturahmi. Yang tak kalah penting dari pemanfaatan media sosial adalah untuk mencari pengetahuan dan berbagi.
Karena banyak hal yang bisa kita lakukan dengan media sosial, tak ada salahnya mengajak anak tak hanya bersenang-senang, namun berbagi hal yang positif. Arahkan anak untuk memilih media mana yang akan digunakan untuk membuat sebuah konten. Konten yang sarat pesan moral pun bisa dibuat dengan tampilan yang menghibur.
3. Saring sebelum membagi infomasi.
Sering sekali tanpa berpikir panjang kita membagikan unggahan orang lain yang dianggap penting untuk diketahui oleh relasi kita. padahal unggahan tersebut belum tentu benar validasinya. Sering kali berita bohong atau biasa disebut hoax malah menjadi viral karena banyak yang membagikan. Tak hanya di satu media sosial saja. Namun karena semangat berbagi begitu tinggi maka hoax pun jadi beredar lewat berbagai media sosial.
Semangat berbagi memang perlu dipelihara. Namun hal itu bisa menjadi bumerang karena kecerobohan kita sebagai manusia. Sering kali semangat berbagi itu tidak dibarengi dengan semangat klarifikasi. Untuk itulah, sebagai orang yang lebih dewasa kita harus semakin hati-hati dan bijak dalam penggunaan teknologi komunikasi dalam hal ini media sosial.
Anak pun harus dibiasakan untuk tak langsung mempercayai berita ataupun informasi yang sedang beredar di masyarakat. Sikap yang tenang dalam menghadapi informasi, mencari referensi serta klarifikasi tentunya akan membuat anak terhindar dari paparan informasi yang salah maupun kecenderungan berita provokatif. Lantas ajaklah anak untuk berpikir mengenai seberapa besar manfaat atau madharatnya jika membagi informasi yang diterima.
4. Kenalkan pada anak-anak kita kejahatan di dunia maya.
Kejahatan di dunia maya yang lebih dikenal dengan sebutan cyber crime sebenarnya merupakan kejahatan konvensional dengan memanfaatkan teknologi. Misalnya penjualan barang fiktif di media sosial. Setelah korban mengirimkan sejumlah uang untuk pembayaran, barang tak kunjung datang. Hal tersebut masuk dalam kategori penipuan dan bisa diperkarakan ke meja hijau.
Berhati-hati saat menggunakan akun. Apalagi yang meminta memasukkan pengguna dan sandinya. Pencurian akun terjadi dimana-mana, apalagi yang terkait dengan internet banking. Belum lagi kejahatan seksual yang berkedok dibalik manisnya media sosial.
Mengingatkan tentang kehati-hatian dalam berselancar di dunia maya merupakan hal yang wajib dilakukan oleh orang tua dan pendidik. Lebih baik kita ingatkan untuk tindakan preventif bukan?
5. Memanfaatkan literasi digital untuk pendidikan
Gawai tak hanya dipakai sebagai alat komunikasi dan menghibur diri. Dari gawai pun kita bisa menawarkan pendidikan bagi anak-anak. Banyak buku elektronik yang bisa dimanfaatkan oleh orang tua dan pendidik sebagai referensi belajar anak. Bahkan sekarang ada pula aplikasi belajar yang bisa dipakai oleh anak-anak di gawai yang dimiliki.
Literasi digital juga juga bisa digunakan sebagai alat pembelajaran. Konten-konten yang disediakan oleh pemerintah, swasta, bahkan jurnalis masyarakat begitu mudah ditemui dalam satu genggaman tangan.
Literasi digital diharapkan akan mendorong anak-anak untuk lebih berkomunikasi secara aktif. Harapannya mereka akan menjadi pribadi yang kritis namun juga kreatif. Pembelajaran tak hanya satu arah. Namun anak-anak pun bisa secara aktif menemukan hal-hal baru yang tentu saja bisa memacu kreativitas dan memiliki jiwa kompetensi yang tinggi.
Sebagai orang tua, kita lebih bijak dalam menyikapi perkembangan zaman. Kitalah yang akan membantu dan mengarahkan mereka dalam menghadapi berputarnya zaman. Kita dampingi mereka untuk mengoptimalkan efek positif serta menyaring dan meminimalisir efek negatif dari teknologi informasi.
Keterlibatan keluarga dan satuan pendidikan tentu saja sangat penting dalam kegiatan literasi digital ini. Dua pihak pun terkait satu sama lain dengan satu kepentingan yaitu membangun karakter anak. Literasi digital merupakan salah satu dari sekian banyak faktor menjadikan anak-anak berkarakter kuat.
Orang tua dan pendidik harus bijak dalam menyampaikan batasan dalam memanfaatkan teknologi informasi. Banyak hal yang bisa dilakukan tanpa mengurangi kehausan mereka akan tantangan dan kebaruan.