Assalamualaikum temans,
Ketika tawaran mengikuti kegiatan Sahabat Keluarga di sebuah grup FB, sebenarnya saya tertarik untuk mendaftar. Hanya saja ketika salah satu syarat adalah bersama anak usia dibawah 12 tahun saya pun mundur teratur. Ya kan anak ragil saya usia sudah menjelang 13 tahun, sudah ABG, laki-laki pula. Mana mau dia diminta duduk manis mendengarkan dongeng bercampur dengan bocah-bocah usia tujuh tahunan.
Namun yang namanya rejeki itu selalu ada jalan untuk menyambangi. Mak Injul salah satu founder Kumpulan Emak Blogger nyolek saya, nawarin ikut kegiatan ini. Dalam hati saya kegirangan. Saya pernah mengikuti acara yang diadakan oleh Sahabat Keluarga dari Kemendikbud di Jakarta Oktober lalu. Materi keren begitu juga dengan narasumbernya saat itu membuat saya ingin terlibat di setiap acara yang diadakan oleh Sahabat Keluarga. Ngobrol dengan anak-anak dan melakukan bargaining position, akhirnya exit permit saya pun turun dari anak-anak dan suami. Beres.
Semakin excited deh saya membaca undangan yang terkirim beberapa hari sebelum acara. Narasumbernya ada Gola Gong cuy. Siapa sih di zaman saya remaja tak mengenal cerpen-cerpennya yang selalu muncul di majalah Hai, Aneka Yess, Anita Cemerlang, maupun Mode. Yakin 1000% kalau saya rugi sampai melewatkan acara ini.
Pelajaran ringan namun berharga
Hari pertama adalah pembukaan program workshop untuk blogger dan pegiat pendidikan. Semestinya acara dibuka jam 20.00. Namun Dr. Soekirman, Direktur Pembinaan Pendidikan Keluarga Direktorat Jenderal PAUD dan Pendidikan Masyarakat, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan tertunda lebih dari satu jam kedatangannya karena pesawat yang mengalami penundaan penerbangan. Namun waktu kami tak terbuang percuma. Sambung rasa yang dimajukan itu ternyata memberikan saya banyak informasi.
Di berbagai daerah telah diupayakan pelibatan keluarga dalam menjalankan sebuah pendidikan. Namun ini bukan hal yang mudah karena tak semua orang tua memahami bahwa pendidikan tak hanya menjadi tanggung jawab satuan pendidikan dan dinas terkait. Tak kurang-kurangnya praktik baik dalam dunia pendidikan ini disosialisasikan oleh pemerintah bekerjasama dengan stake holder kepada masyarakat. Contohnya saja di Sleman. Penerapan jam belajar masyarakat dari pukul 19.00-21.00 sudah ditetapkan dalam peraturan gubernur. Karena sudah disahkan oleh gubernur maka pengaturan jam belajar wajib dilaksanakan. Penerapan jam belajar tersebut mampu mengurangi tindak kriminal remaja, atau setidaknya mengendalikan anak-anak di hari-hari mereka bersekolah.
Tindakan keren lain seperti pemerintah Kulonprogo mengenai pelarangan iklan rokok secara terbuka patut diapresiasi. Semua pemangku kebijakan akan saling terkait dalam menjauhkan anak dari tembakau. Dari sisi agama, terutama agama Islam lewat MUI telah mengeluarkan fatwa haram tentang rokok, BNN sudah memberikan peringatan bahwa rokok adalah pintu gerbang bagi anak untuk mengenal narkoba.
Untuk itulah blogger dilibatkan dalam kegiatan workshop pendidikan keluarga ini. Blogger begitu dekat dengan dunia remaja yang digital minded. Untuk itu blogger pun diajak untuk menjadi content creator, memberikan edukasi bagi orang tua maupun anak muda yang kemungkinan sulit dijangkau oleh pemerintah.
Bermain peran
Cr : Fuji Rahman Nugroho |
Memulai workshop di hari kedua dalam rangkaian kegiatan ini memberikan keyakinan bahwa saya akan menikmati kegiatan ini tanpa kantuk. Tokoh literasi yang satu ini pasti memberikan keseruan dalam memberikan materi. Layaknya saya membaca Balada si Roy yang membuat adrenalin saya terpacu.
Gola Gong dan Balada Si Roy tak bisa dipisahkan. Saat saya membaca Balada si Roy, bayangan saya tentang Gola Gong saat itu adalah laki-laki gahar semacho si Roy. Namun yang saya temui jauh dari bayangan saya. akan tetapi semua kisah yang ia ceritakan mengharubiru perasaan. Membuat saya merasa malu karena kesempurnaan fisik yang saya miliki tak sekuku hitamnya apa yang telah Kang Heri Hendrayana Harris lakukan terkait dengan gerakan literasi.
Benar-benar menyenangkan. Kami peserta workshop content creator diminta untuk berkelompok dan membuat simulasi keluarga. Ada ayah, ibu, anak, pembantu dan sopir. Dalam simulasi itu juga diminta untuk setiap keluarga memiliki masalah yang harus dipecahkan.
Saya pun menjadi bagian dari keluarga Bambang. Kami memiliki satu anak yang kami manjakan dengan berbagai fasilitas dan materi. Tentu saja hal ini menjadi kendala bagi keluarga untuk menjadikan anak kami mempunyai karakter yang baik. Benar saja, saat permainan komunikasi menyampaikan pesan, terjadi distraksi di keluarga kami sehingga pesan yang sampai tak sesuai dengan pesan awal.
Kemudian setiap keluarga diminta untuk simulasi jalan bareng ke Transmart yang berada di depan hotel. Mencoba mengasah kepekaan setiap anggota keluarga pada apa yang dilihat di sana. Sayangnya keluarga Bambang pulangnya pun jalan sendiri-sendiri. Saya salut dengan keluarga Pak Joy yang kompak jalan bareng sampai pulang ke hotel.
Menulis Esai
Menurut Gola Gong, untuk memahami apa itu esai bukan berarti dengan menghafalkan definisinya. Esai merupakan pendapat pribadi, tentu saja terkait dengan subjektivitas penulis itu sendiri. Esai merupakan sebuah gagasan baru. Ibaratnya sebuah jendela, penulislah yang membuka sehingga memberikan pemahaman baru bagi pembaca.
Esai berasal dari keberagaman ide. Ibarat kata esai adalah kuliner, maka tergantung selera lidah masing-masing. Begitu juga dengan esai. Setiap penulis bebas memilih topik dan mengeluarkan pendapatnya. Meski begitu dalam tulisan sebuah esai tak hanya mengeluarkan pendapat saja. Namun esai juga memberikan solusi tanpa harus menyakiti pihak lain.
Apa bedanya dengan feature?
Esai memberikan rasa dan emosi dalam setiap tulisannya. Sementara feature memberikan pemaparan sebuah gagasan namun tak boleh melibatkan emosi di dalamnya.
Bagaimana kita menggali ide untuk membuat sebuah esai?
Ide ada dimana saja. Bahkan ide sering kali berada di depan mata kita. Dalam rumah kita sendiri. Misalnya kegelisahan kita terhadap anak-anak yang mendapatkan media exposure sedemikian kuatnya. Bagaimana anak-anak kita tetap happy dengan berbagai macam tayangan yang ada di semua media baik media massa ataupun media digital. Namun sebagai orang tua kita juga merasa aman mereka takkan terpapar tayangan sampah.
Jangan lupa dengan 5 W + 1 H untuk menggali ide. Fakta dan data pasti diperlukan untuk menggali ide lantas menuliskannya. Tentu saja ide itu bisa dibuktikan sehingga kevalidannya dalam tingkatan shahih.
Tingkatkan kepekaan mata kita. Mata adalah kamera. Arahkan kamera kita pada obyek yang kita sukai. Pilih angle terbagus menurut kita. karena sejatinya kita tak bisa memotret semua yang ada di depan kita.
Proses menulis Esai
1. Persiapan menulis.
Untuk mempersiapkan data kita perlu untuk riset lapangan dan pustaka. Riset lapangan untuk melakukan survey dan observasi. Kita juga bisa melakukan wawancara di lokasi tempat kita melakukan survey untuk mendapatkan data. Jangan lupakan riset pustaka. Berbagai fasilitas pustaka mudah kita dapatkan. Kita bisa mengakses internet ataupun media massa dan buku. Hal ini berfungsi untuk mencari rujukan dan menguatkan tulisan.
2. Menulis
Setelah semua bahan terkumpul kita bisa membuat outline. Berdasarkan tema dan topik yang kita tentukan, data yang didapatkan, kita bisa memulai memilah dan memilih apa saja yang harus kita tuliskan. Outline berfungsi untuk membatasi tulisan kita. Maksud membatasi adalah supaya tulisan tak melebar dan keluar dari ide asal. Outline akan membantu kita menulis dengan rapi dan sistematis.
3. Revisi
Setiap tulisan perlu kita endapkan. Setelah kita berperan sebagai penulis, maka ini saatnya kita berperan sebagai pembaca. Tak ada karya bagus yang tak melewati revisi. Semua karya yang baik pasti melalui sebuah penyuntingan.
How to make a movie
Setelah bersama Kang Gola Gong, kami pun diajak ke Tebing Breksi. Bukan hanya untuk berwisata, namun di tempat ini pun kami mendapatkan materi. Kali ini kami diajak untuk membuat film pendek dengan narasumber Mas Iqbal dari film maker muslim.
Sebelumnya saya pernah menonton karya dari film maker muslim yang bertitel Cinta Subuh. Sudah beberapa tahun lalu sih. Anak-anak saya yang sudah mulai beranjak remaja pun pernah menonton film pendek ini. Nggak nyangka aja, ternyata film itu berbudget Rp. 200,000,- doang.
Di Tebing Breksi kami dibagi dalam beberapa kelompok. Setiap kelompok diwajibkan membuat sebuah video satu menit dengan tema kebebasan. Saya satu kelompok dengan Mak Lusi, Mak Ety dan Mak Dian.
Ketika kelompok lain sudah menentukan kerangka cerita, kelompok kami masih saja kebingungan meski sudah brainstorming dengan Mas Iqbal. Dengan modal 20 menit kami harus sudah selesai mengambil gambar. Kami berempat berjalan menuju Tebing Breksi pun masih belum mempunyai ide cerita.
Obrolan ringan antar emak ini ternyata mencetuskan ide bagaimana membuat sesuatu yang kontras dengan Tebing Breksi yang terlihat gahar. Saya pun dipilih teman-teman untuk menjadi talent. Kalau menurut Mak Lusi sih karena warna feminin melekat di saya yang waktu itu memakai jilbab dan rok berwarna pink. Iya lho, kayaknya saya paling meriah deh dibanding teman-teman yang lain. Di luar warna pink yang saya pakai, ada manset warna kuning, tas warna merah, tak ketinggalan sepatu kets warna biru toska. Ajib ya ootd saya? ^_^
Dan soooooo hepi bekerja sama dengan emak-emak keren ini. Mak Ety yang gigih mengambil gambar, ngikutin saya yang kegirangan naik turun bebatuan dan tebing. Beliau juga yang melakukan editing video. Mak Lusi yang bikin narasi kece dan editing video jugak. Tak lupa Mak Dian yang mengisi voice over. Suaranya adem benerrr ... kayak ubin masjid.
Membuat karya film itu nggak sesimpel yang dibayangkan orang. Kita harus tahu siapa segmen yang dituju. Dari segmen yang dituju itu kita pun harus memilih pesan apa yang ingin disampaikan. Dan seperti umumnya sebuah film, pesan yang disampaikan harus terasa ringan, netral, dan tidak menggurui.
Tiga hari dua malam begitu sarat dengan ilmu. Sebagai blogger saya harus mulai belajar membuat konten dalam bentuk video. Ada sebagian orang yang tak menyukai membaca. Mereka lebih menyukai gerak gambar visual sebagai sumber literasinya. Itu tidak salah. Mungkin karena pembiasaan saja. Dan ini adalah kesempatan bagi saya dan blogger lainnya untuk menebar manfaat lewat konten yang kita buat.
Pengen deh bisa bikin channel video blog tentang parenting remaja. Ide saya sih memindahkan obrolan ringan saya dengan anak-anak yang biasanya di meja makan dan tempat tidur ke sebuah konten. Sayangnya anak-anak masih belum mau diajak bekerja sama. Dikiranya simboknya merasa kurang eksis sehingga pengen ikutan ngevlog. Ealah ....
Semoga bermanfaat ya sharing saya kali ini. Keep spirit to write ya temans