Januari 2020 - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Rabu, 29 Januari 2020

Aman dan Nyaman, 6 Helm Ini Punya Fitur Menarik yang Wajib Kamu Coba!

Sumber : flickr.com

Sekarang ini semua kalangan sudah bisa mengendarai sepeda motor, mulai dari remaja, orang tua bahkan anak-anak. Salah satu safety first yang harus digunakan oleh pengendara sepeda motor adalah helm. Helm mempunyai peran yang penting dalam berkendara, yakni untuk melindungi kepala dari benturan saat terjadi hal tidak diinginkan. Berbagai produsen helm ternama seperti NHK, GM, Shoei, ZEUS, INK dan lainnya telah merilis helm terbaik dengan desain stylish. 

Nah, di artikel ini kami akan memberikan rekomendasi helm stylish yang tentunya sudah SNI. Check this out!

1. JBX Helmet Bogo Retro

Sumber : moladin.com

Dengan memaksimalkan gaya berkendara ala motor klasik, berbagai macam helm desain retro, JBX Helmet Bogo Retro ini cukup laris manis di toko online. JBX sendiri merupakan salah satu produk buatan lokal. Punya banyak koleksi helm, desain dari JBX ini juga cukup variatif sehingga kamu bisa memilihnya sesuai selera. Salah satu desain warna yang feminim adalah putih fanta hingga bermotif loreng yang begitu maskulin.

2. NHK R1 Solid

Sumber : kotakhelm.com

Masih dari produk lokal, helm berkualitas tinggi selanjutnya hadir dari merk NHK R1 Solid. Dengan tipe helm half face, NHK memberikan lensa double visor yang membuat mata pengguna tidak silau karena sudah menggunakan lensa pelindung anti-UV. Kamu tinggal menggeser switch pada sisi helmnya. Jadi lebih praktis dong pastinya. 


3. KYT Galaxy Slide

Sumber : pegemart.com

Berkat adanya lensa pelindung UV, helm ini dapat melindungi wajah kamu seharian dari terik sinar ultraviolet di jalanan. Selain itu pelindungnya juga berbahan polikarbonat anti gores. Jadi kamu tidak akan kesulitan lagi untuk mengganti lensanya. Apalagi dengan fitur quick visornya yang bisa memudahkan kamu untuk menggantinya tanpa harus menggunakan alat apapun.


4. Zeus Helmet ZS-811

Sumber : zeus-helmets.co.id

Helm buatan Zeus ini tidak pegal saat dipakai serta kepala kamu juga akan tetap terlindungi. Zeus sendiri merupakan salah satu merk helm yang mengeluarkan produk full face kuat berbobot ringan. Helm ini tetap terjaga kokoh dan tahan benturan berkat material ABS yang dipakainya. Buat kamu yang lebih mengutamakan keamanan optimal pada sebuah helm selama berkendara, Zeus Helmet ZS-811 ini bisa menjadi pilihan tepat. Selain itu helm full face murah ini juga dibekali dengan kenyamanan yang begitu baik.


5. Tarakusuma Indah INK modular aventure

Sumber : m.inkuiri.com

Kalau kamu merasa helm full face terlalu berat dan sesak, Modular helmet ini harus kamu pertimbangkan. Dengan fitur full face sekaligus half face menjadikan helm INK ini 2 in 1. Untuk mengubahnya menjadi bentuk full face menjadi half face kamu hanya perlu menggeser tuas pada sisi helm dengan mudahnya. Selain itu kamu akan mendapatkan kenyamanan serta keamanannya. INK menawarkan harga helm full face ini sekitar Rp 800 ribuan. 


6. AGV K-3 SV EE205 Multi Myth

Sumber : youtube.com

Helm full face buatan AGV ini punya fitur double visor serta dry comfort yang dapat memungkin pengguna tidak kegerahan berkat ventilasi efisien. AGV K-3 ini juga punya penglihatan bidang yang cukup luas. Dengan konstruksinya yang kokoh serta modelnya dapat membuat kamu merasa nyaman ketika dipakai pada cuaca panas maupun dingin.

Helm ini menjadi barang yang paling penting karena dapat melindungi kepala dari benturan saat berkendara. Kamu harus perhatikan dalam memilih helm supaya benar-benar bisa melindungi kepala pengendara. Selain itu kamu juga harus memilih helm yang berlogo SNI (Standar Nasional Indonesia) agar berkendara lebih nyaman dan aman. 

Selamat berkendaraan dengan nyaman, temans. O ya, jangan lupa untuk selalu ngecek masa berlaku STNK ya?  Bisa cek di sini ya buat yang pengen ngurus sendiri pajak kendaraan bermotor.

Selasa, 28 Januari 2020

Remaja berbicara tentang parenting

Assalamualaikum temans, 
Belum surut berita mengenai seorang pelajar SMP di Jakarta yang melakukan bunuh diri, Sabtu lalu di kota kecil saya dihebohkan dengan kasus anak klas 6 SD mengakhiri hidupnya. Menurut berita yang beredar di WAG dan berita online motif si anak tersebut menginginkan ponsel sementara orang tua menjanjikannya jika SMP nanti.

Namun informasi lain, anak ini mengalami kekerasan verbal dari teman-temannya. Umurnya 15 tahun, namun masih klas 6 SD. Beberapa kali ia tak naik kelas. Sementara teman sebayanya sudah menjelang SMA. Hal itu yang menjadi bahan bercanda teman-temannya.

Lagi-lagi kekerasan verbal melukai harga diri anak remaja sehingga melakukan sesuatu di luar pemikiran orang dewasa. Satu hal yang perlu diwaspadai karena pelaku kekerasan verbal sering kali tak menyadari bahwa yang keluar dari bibirnya itu menyakitkan.

Masyarakat pun banyak berpendapat. Tak sedikit pula komentar mengenai anak-anak milenial yang tak memiliki Adversity quotient yang tinggi. Tak memiliki kekuatan untuk bertahan dalam kondisi buruk. Anak yang lahir setelah tahun 2000 dianggap lemah karena dimanjakan oleh fasilitas dan teknologi. Sudah dianggap lemah, jauh dari unggah ungguh pula. Cobalah untuk melihat bagaimana anak-anak sekarang berkomunikasi. Caci maki bertebaran di media sosial. Banyak hal yang dulu dianggap tabu sekarang ini malah dianggap guyonan. Kreativitas tanpa batas cenderung berlebihan sehingga hampir tak ada limit mana serius mana bercanda. Semua sama saja.

Anak milenial inikah yang patut disalahkan?


Obrolan dengan Kakak

"Anak-anak belajar bullying darimana? Belajar memaki apa cuma dari TV atau internet? Yang hobi nyebar hoax siapa? Yang memberikan fasilitas siapa?"

Pertanyaan-pertanyaan Kakak itu benar-benar menohok. Ini bukan untuk membela diri karena generasinya dianggap lemah atau nggak punya etika. Namun menyadarkan betapa banyak PR bagi para orang tua untuk memberikan pendidikan terbaik bagi anaknya.

Anak-anak yang hidup di zaman generasi alpha ini adalah produk produk kita. Mereka anak-anak yang lahir dari rahim kita. Tidakkah disadari bahwa kitalah yang memberikan pengaruh terbesar bagi perkembangan batin mereka?

Kata-kata yang menghakimi sering sekali kita ucapkan. Kalimat melecehkan dianggap bercanda. Tak berpikir bahwa candaan pun bisa melukai harga diri. Makian dianggap bagian dari keakraban. Bangga melanggar peraturan meski sekecil apapun. Ketakjujuran dilindungi. Kesalahan selalu dimaafkan tanpa ada konsekuensi. Siapa di antara kita yang belum pernah sama sekali melakukan satu di antara sekian hal yang sudah tertulis. Ia orang yang hebat

"Orang memutuskan melakukan suicide itu masalahnya pasti nggak cuma satu. Kompleks dan lama. Hanya orang-orang di sekitar yang nggak peka. Dianggapnya ketika orang itu tertawa ya bahagia tok. Padahal bisa jadi loh tawanya itu menutupi sakit hatinya yang sudah dalem," lanjutnya.

Saya sedang berpikir tentang bagaimana peran agama dalam kehidupan anak-anak di zaman sekarang.

"Jangan ngomongin si anak itu lemah iman juga. Lha wong anak-anak sekarang kan banyak yang ngedapetin pengertian tentang agama itu nggak tepat. Banyak juga kan orang tua bisanya cuma nasehatin doang? Padahal remaja itu butuh dikasih tahu kalau Allah itu Maha Penyayang, Maha Pengasih, Maha Lembut. Orang tua sekarang ngasih tahunya kalau anak ngelawan Allah marah. Kalau anak bandel dikit dibilang nanti Allah murka. Kalau melakukan kekhilafan dibilang nanti masuk neraka. Kenapa orang tua nggak bilang kalau Allah itu selalu kasih kesempatan kedua bagi orang yang mau berusaha jadi baik?"

Kalimat panjang itu benar-benar masuk ke hati saya. Saya pernah lho ngasih tahu anak seperti yang diomongin si Kakak waktu anak-anak masih kecil. Banyak kesalahan di masa lalu pada akhirnya membuat saya menyadari bahwa menjadi orang tua itu ya siap belajar sepanjang hayat.

"Kalau gitu menurut Kakak gimana?"

"Menurutku, orang tua tuh kudu introspeksi. Aku yakin kok kalau orang tua sudah tepat ngedidik anak, anak nggak akan berbuat macam-macam. Anak bandel, nakal, berperilaku buruk biasanya bentuk protes yang nggak nyampe ngomongnya. Bisa juga itu dampak dari orang tua memanjakan anak."

"Itu bukan hal yang mudah buat orang tua."

"Sama aja. Nggak gampang juga buat anak ngadepin masalahnya sendiri. Bayangin aja misalnya aku punya masalah sama temen, ngadu sama Bunda, malah diremehin, dianggap sepele. Ya pasti sakit hati to yo? Coba tiap aku cerita ke Bunda atau Ayah nggak respon dengan baik, kira-kira aku ngadu kemana? Banyak anak ngerasain kayak gitu, Nda. Diremehkan orang tua, harga diri anak direndahkan. Belum lagi dituntut untuk menyenangkan hati orang tua. Gimana bisa bahagia?" Ucapnya dengan raut wajah sedih.

Saya menghela napas. Saya dan Kakak pun pernah mengalami masa-masa sulit dalam berelasi. Beberapa tahun yang lalu. Selama tujuh tahun relasi kami benar-benar naik turun seperti roller coaster. Beberapa kali harus datang kepada dua orang profesional untuk membantu memperbaiki. Insya Allah sekarang jauh lebih baik, meski tetap tak bisa sempurna.

Membangun karakter anak sering kali digaungkan oleh pemerintah. Namun di masyarakat sendiri implementasi membangun karakter anak masih jauh dari pemahaman. Banyak orang menganggap bahwa mendidik anak itu akan bisa dilakukan secara naluriah. Padahal menjaga titipan Allah itu juga tak mudah.

Tegas berbeda dengan galak. Mencintai tak sama dengan memanjakan. Banyak sekali bahasa cinta yang bisa kita lakukan. Namun semuanya harus disampaikan dengan sesuai porsinya sehingga anak dan orang tua sama-sama berbahagia.













Minggu, 12 Januari 2020

Catatan Kecil Tentangmu, Mbak Tih ...

Seminggu telah berlalu. Ternyata aku menghitung berapa lama kamu pergi. Harapku kamu sudah tenang di sana, melihat kami dari jauh dengan senyummu. Aku pernah menuliskan tentangmu di awal kisah terakhirmu. Namun hari ini, aku ingin bercerita tentangmu kembali. 

Mungkin memang tak banyak memori tentangmu. Dari sekian lama kita bersahabat bisa dihitung dengan jari kita bertemu setelah sama-sama berkeluarga.

Bukannya aku tak ikhlas. Terkadang ada rasa sesal mengapa sering kali aku membatalkan mengunjungimu karena waktu. Padahal Juli kemarin, hatiku berbisik supaya aku datang ke rumahmu saat kamu minta aku datang. Sayangnya aku yang tak bisa mengukur waktu. Aku merasa terlalu malam saat itu jika berkunjung.

Aku bersyukur, ada di masa-masa terakhirmu. Mendapatkan kabar sakitmu, bertemu denganmu dalam kondisi mudah tertawa meski sel-sel ganas itu perlahan namun cepat menjeratmu. Melihat sinar matamu yang berkilat karena semangat.

Aku menjengukmu pertama kali 5 hari setelah diagnosa sakitmu tegak. Kamu kaget begitu tahu aku datang pagi itu. 

"Kamu tahu darimana Fa? Mbak No ya?" Begitu cecarmu. Aku tersenyum dan mengajakmu ngobrol hal yang lain. Ngecengin ponakanmu yang saat itu ikut menunggumu. Hari itu penuh tawa. Meski begitu aku membaca kegundahanmu, saat kamu bertanya tentang teman kita yang meninggal tiga hari sebelum hari itu.

"Fahrur yang mana to Fa?" Tanyamu.
"Anak A2 mbak, ketua osis."
"Kok aku nggak inget ya Fa? Mana fotonya?"

Aku menunjukkan foto teman kita. Namun kamu tetap tak ingat. Padahal semua orang pasti ingat karena teman kita pernah mendapatkan jabatan tertinggi di organisasi siswa di sekolah. Dengan enteng kamu bertanya tentangnya. Aku jawab sepengetahuanku. Sempat aku mengalihkan pembicaraan. Namun pertanyaanmu setelah itu membuatku harus berhati-hati.

"Kamu ketemu mbak No kapan to?"
"Kemarin mbak, pas njenguk putrane mb Inayah."
"Kok iso tekan kono? Putrane mbak Inayah kenopo?"
"Ngg ..."

Aku susah untuk berbohong. Yang kita bicarakan telah tiada dua hari sebelumnya.

"Keno kanker opo Fa, putrane mbak Inayah?"
"Kelenjar getah bening mbak."
"Kondisine saiki piye? Kok iki malah dikekke aku susune?"

Aku mengalihkan pembicaraan lagi. Kamu pun curiga.
"Fa, pertanyaanku rung tok jawab lho."
"Sik endi to mbak?"
"Putrane mbak Inayah mau lho."
Aku terdiam.

"Wis dimakamke mbak."

Sejenak kamu terdiam, namun secepat itu pula kamu mengganti ekspresi wajahmu. Seperti tak terjadi apa-apa.

Hari itu aku masih melihatmu berjalan. Bahkan lebih cepat dari kami yang sehat. Namu saat itu aku tahu, kamu belum sepenuhnya bisa menerima sakit yang kamu rasakan.

Maafkan aku, sempat berbohong padamu. Saat itu aku memang sengaja membezukmu. Kukatakan padamu ada acara di kotamu. Kalau kau sadari. Aku sempat gelagapan saat kau beri aku pertanyaan. Aku hanya ingin menjaga perasaanmu saja. Informasi yang aku dapat seorang penderita kanker sering kali jadi mudah tersinggung. Serba salah. Tidak mau terlihat sakit. Itu yang dari dulu aku tahu. Kamu nggak pernah ingin terlihat lemah. Kamu selalu ingin terlihat kuat. Sesakit apapun, seluka apapun hatimu. Kamu menutup itu dengan ekspresi wajah tegasmu.

Karena kamu tak ingin terlihat sakit, itulah kenapa kamu tak mau ditengok. Bahkan olehku. Itu sudah kusampaikan ke teman-teman yang lain. Setelah itu, untuk menengokmu pun aku harus bertanya. Kalau tidak hanya menunggu info. Sampai kemudian kamu sendiri yang menghubungiku.

Lantas aku dan beberapa teman diijinkan menengokmu. Dan kamu terlihat sangat senang. Banyak tertawa, banyak bercerita. Teman SMP dan SMA yang datang bersamaku pun membuatmu lebih bersemangat. Aku sempat merekam sebentar adegan itu. Namun aku tak mengabadikan pertemuan itu dalam sebuah foto bersama. Aku tak tega. 

29 Oktober 2019, sebelum tindakan pertama

Mengabadikanmu dengan selang-selang kecil yang menempel di tubuh dan wajahmu bersama kami yang berjilbab dan berdandan rapi. Aku tak mau. Mauku, kau berfoto bersama kami di sebuah tempat yang layak sebagai background. Nanti, ada saatnya, batinku saat itu. Meski sebelah hatiku yang lain bertanya, sempatkah?

Sebuah fragmen yang tak mungkin aku lupakan hari itu. Saat kami berpamitan. Teman-teman menyalamimu lebih dulu. Aku yang terakhir berpamitan. Menatapku dengan mata berkaca-kaca, berbicara dengan suara yang bergelombang. Aku merasa kamu mengetatkan pelukanmu. Pertahananku jebol sudah. Namun aku masih berusaha untuk menahan hatiku supaya tak luluh lantak. Tak apa kamu melihat mataku direndam air mata. Namun aku masih bisa mengukir senyum untuk memberimu semangat.

Sehari setelah itu, kamu mengirimkan pesan. Kita sempat ngobrol sebentar. Kamu meminta doa, beberapa jam lagi akan ada tindakan untuk penyakitmu. Saat itu kubiarkan air mata jatuh. Toh kamu nggak lihat kan? Sejak hari itu, kesembuhanmu selalu terpanjat dalam doaku. Dalam sujudku.

Setelah tindakan itu, aku tak menghubungimu. Foto-foto perkembanganmu aku dapat dari keluargamu. Semua informasi pun aku dapat dari keluarga. Sama sekali tak menghubungimu.

Aku ingin kamu fokus dengan penyembuhanmu. Tak ingin mengganggumu dengan pertanyaan-pertanyaan tak penting. Yang paling tepat untukmu saat itu adalah doa sebanyak-banyaknya. Bahkan terkadang cenderung memaksa-Nya dengan air mata.

Lantas salah seorang teman memiliki sakit yang sama denganmu. Saat informasi support untuknya dibagikan di grup SMA, kamu yang pertama menghubungiku. Kamu yang pertama mengirim support untuknya. Katamu, "Aku tahu rasanya."

Sejujurnya, saat itu dadaku menyesak haru. Dalam sakitmu, kamu masih memikirkan orang lain. Masih peduli. Dan itu sangat kuhargai.

Kita pun bicara tentang rencana bertemu di akhir Desember ketika liburan tiba. Aku sudah menyusun rencana akan membawa sesuatu untukmu. Kita menyusun rencana. Namun rencana itu harus tertunda. Kondisimu makin menurun. Sampai kemudian tanggal 30 Desember 2019 di Paviliun Garuda RS Karyadi kita bertemu. Sehari setelah kemo pertama dilakukan.

Tubuhmu berbeda dari 2 bulan sebelumnya. Kamu menyapaku saat aku masuk ke ruanganmu. Aku tak ingin mendeskripsikan seperti apa kamu saat itu. Semua yang kulihat sudah cukup membuat dadaku sesak.

Kamu memohon maafku. Aku tak sanggup menjawab. Aku hanya memijit tangan kirimu. Bersama Mamah dan Bapak. Tak berapa lama kamu tertidur. Kemudian terbangun merasakan ketaknyamanan. Sempat kamu berbicara padaku bahwa kamu akan melakukan kemo sebanyak empat kali. Beberapa menit kemudian tertidur kembali.

Keluar dari ruanganmu air mataku tak terbendung lagi. Dengan dipeluk anak-anakku aku berjalan dan duduk di sebuah kursi kosong. Mereka membiarkan air mataku luruh. Setelah tenang, kami pun beranjak.


5 Januari 2020

Hari itu, aku merasa sedih luar biasa. Tiba-tiba saja aku merasa berbeda. Memang tak ada tangis, namun hatiku begitu hampa. Aku mencari sebab, mengapa rasaku begitu sedih. Mengapa aku merasa ada yang terampas dari hati. Sampai aku datang pada mbakku untuk bercerita. Namun tetap saja tak terurai apa penyebabnya. Sampai jam 20.30 aku di sana. Lantas aku pun pulang. Tak biasanya aku melewati depan rumahmu. Itu bukan rute yang biasanya kulewati jika pulang dari rumah kakakku.

Melambatkan kendaraanku, aku menengok rumahmu. Sepi, batinku. Aku tertegun. Kenapa aku membatin seperti itu?

Biasanya setelah bepergian aku meletakkan ponselku. Namun kali ini ponsel tetap kupegang. Membaca beberapa artikel dan scrolling media sosial. Kuletakkan sejenak. Namun hatiku memintaku mengambil ponselku lagi. Begitu ponsel ditangan kakakmu mengirim pesan. Kondisimu makin drop. Hanya bisa meminta yang terbaik untukmu. 10 menit kemudian ponselku berdering. Aku tahu. Ini pasti tentangmu.

Suaraku yang serak menyapa. Kakakmu hanya mengucap salam pun aku sudah tahu. Kami sama-sama tersedu. Namun kami mencoba mengikhlaskan. Ini yang terbaik untukmu.

Mbak Tih, Allah telah membebaskanmu dari rasa sakit. Ia telah memelukmu. Pangkuan-Nya adalah yang terbaik untukmu. Insya Allah doa-doa selalu ada untukmu.

Sister till jannah ya mbak Tih ...