Februari 2016 - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Rabu, 17 Februari 2016

Gen W Academy

Di masa remaja, saya pernah berangan-angan. Bagaimana ya rasanya bisa belajar menulis cerpen dengan baik seperti yang biasa saya baca di majalah remaja? Saya sudah cukup bosan dengan pelajaran yang itu-itu aja. Setiap kali bosan dengan pelajaran apapun, saya tinggal membuka bagian belakang buku tulis saya dan sibuk sendiri membuat sebuah tulisan. Apa aja. Entah hanya cerpen beberapa paragraf atau penggalan puisi. 

Saya selalu menunggu setiap pelajaran Bahasa Indonesia. Itu saatnya bersenang-senang. Apalagi jika ada tugas yang kadang membuat teman lain mengeluh. Padahal bagi saya, itu saatnya saya bersorak. Membuat esai, menulis puisi, bahkan membaca puisi menjadi saat yang paling menggairahkan. Bagaimana tidak, di pelajaran tersebut saya terbiasa dengan nilai-nilai tertinggi. Karena pelajaran itulah yang membuat saya menjadi juara II baca puisi tingkat kabupaten saat berada di sekolah menengah pertama. 

Namun itu semua tak membuat saya cukup puas. Saya ingin seperti Donatus A Nugroho, Gola Gong, Nurhayati Pujiastuti, Inun' NA, Jun Kuncoro, Zara Zettira, atau Gustin Suradji yang cerpennya selalu muncul di majalah remaja saat itu. Dimanakah mereka belajar ya? Punya guru privat nggak ya, supaya tulisan mereka mampu mengayun-ayun perasaan pembaca? 

Senin, 01 Februari 2016

Menjadi newbie
Sebenarnya saya masih agak ragu untuk kembali aktif berorganisasi dimana keluarga saya bernaung. Saya merasa sudah cukup saya mengaktualisasikan diri di komunitas menulis yang saya ikuti mulai dari tahun 2013 yaitu IIDN. Saya merasa IIDN adalah rumah saya, baik dalam berkarya maupun berkelompok. Dan saya memang sangat menikmati 'gokil bareng' bersama sahabat-sahabat saya di IIDN. Wadah dimana kami saling support untuk melakukan hal-hal terbaik dan berusaha bermanfaat untuk orang lain.

Awalnya Ibuk almh yang aktif di Aisyiyah. Beberapa tahun lalu pernah ada yang berkata bahwa saya kurang cocok untuk aktif di Aisyiyah. Kata beliau, " Kamu akan kesulitan mengikuti ritme ibu-ibu sepuh di sana. Kamu yang terbiasa bergerak cepat dan dinamis pasti akan bosan mengikuti kegiatan ibu-ibu yang kebanyakan sudah pensiunan dan nggak terlalu banyak aktivitas. Lebih baik kamu aktif di FKMM saja. Kamu akan berkembang nantinya."

Dan memang, saya sama sekali tak bersentuhan dengan anak organisasi dibawah payung Muhammadiyah itu. Selain merasa belum jadi warga Muhammadiyah beneran karena nggak punya NBM :) , saya juga ngerasa belum saatnya bergabung di sana. Masih banyak tempat untuk saya berkelompok yang satu visi dengan saya. Apalagi ada beberapa hal yang membuat saya akhirnya benar-benar menjauh dari aktivitas organisasi itu. Sampai kemudian Ibuk almh meninggal.