Assalamualaikum anakku, selamat pagi.
Hari ini, 1 September 2025 saat perempuan setengah baya ini menata kata. Mengetuk keyboard laptop sambil berpikir apa yang ingin aku katakan padamu pagi ini. Sebelum sesuatu yang besar terjadi nanti.
Anak-anak negeriku,
Aku pernah ada di posisi kalian. Resah akan negara yang semakin lama tak memiliki simpati untuk masyarakat negeri ini. Gelisah kediktatoran dari seseorang yang sudah berkuasa selama tiga dekade belum juga berakhir. Kroni-kroninya yang semakin lama merasa memiliki negeri ini hanya untuk golongannya.
Ternyata Nak,
Keresahan kalian lebih kompleks dibandingkan yang ibumu pernah rasakan. Kalian berhadapan dengan kekuasaan yang teramat besar dan semakin tak memiliki rasa malu. Hal-hal yang tak masuk akal semakin lama tersaji penuh di depan mata kita.
Ketimpangan di negeri ini begitu nyata dan terpampang di berbagai patform media sosial. Jurnalistik masyarakat tak bisa menyimpan kebohongan. Jangankan simpati dan empati. Rasa malu tak lagi mereka miliki.
Kalian berhadapan dengan sistem yang porak poranda. Selama satu dekade ini citra yang dibangun pemerintah negeri ini hanyalah pepesan kosong belaka. Seperti sebuah sinetron yang menawarkan kesenangan semu. Orang-orang sudah terlena dengan sebuah citra palsu dari pemimpin-pemimpin negeri ini.
Korupsi yang meraja lela. Hukum yang tebang pilih dan tak lagi bisa diandalkan keadilannya. Pendidikan bagi rakyat bukan lagi sebuah prioritas bagi negara. Pembodohan melalui tayangan di berbagai platform media sosial yang hanya menawarkan suka ria dan hedonisme. Semua hal yang menyihir masyarakat untuk tak menikmati proses menuju kesuksesan. Hal-hal instan yang ditawarkan oleh tokoh publik dan dramanya membuat rakyat sibuk berkomentar dan menjadikan mereka role model. Sehingga terlupa untuk mencerdaskan diri sendiri.
Anak-anak negeriku,
Aku tahu apa yang akan dilalui hari ini merupakan akumulasi kekecewaan dari berbagai hal yang sudah terjadi bertahun-tahun. Lelah dengan kondisi negeri ini yang tak kunjung membaik. Akan tetapi Nak, hati-hati. Fokus pada tujuan perubahan. Jangan sampai rusak oleh provokasi mereka yang tak menyukai adanya pencerdasan dalam kehidupan kita.
Anak-anak negeri yang aku sayangi,
Kita coba lihat satu persatu apa saja akar masalah yang paling dominan yang terjadi di negeri ini.
Faktor Ekonomi
Ini hal yang paling mendasar dan terbanyak dirasakan oleh masyarakat dari tingkat ekonomi terbawah. Kebutuhan sembako semakin lama terasa berat. Ibumu ini merasakan betapa uang seratus ribu sekarang ini seperti tak ada harganya. Untuk belanja di warung hanya bisa untuk membeli kebutuhan konsumsi dua sampai tiga hari. Itu sudah benar-benar mepet untuk menyajikan kebutuhan paling esensial dalam bertahan hidup, yaitu konsumsi pangan sekeluarga. Tentu saja hal ini berpengaruh besar pada daya beli masyarakat yang akhirnya semakin mengencangkan ikat pinggang supaya semua bisa cukup.
Tak hanya itu. Lemahnya nilai rupiah terhadap dolar membuat barang-barang yang hanya didapatkan dari luar negeri jadi lebih mahal. Mulai dari obat-obatan, bahan bakar mesin, juga bahan baku industri pada akhirnya semua biaya dibebankan pada konsumen.
Belum lagi biaya hidup yang lain. Perumahan semakin lama tak terjangkau dengan harga yang semakin membumbung tinggi. Transportasi umum yang tak lagi menjadi prioritas sehingga masyarakat memilih moda transportasi lain seperti kendaraan bermotor roda dua. Hal ini memicu masalah lain di berbagai tempat. Tak hanya kemacetan. Akan tetapi polusi udara semakin lama pun meningkat tajam.
Pendidikan yang seharusnya menjadi kewajiban bagi negara untuk membangun kualitas anak-anak negeri ini tak dijalankan dengan baik. Kualitas guru pun pada akhirnya di pertanyakan. Sehingga berbagai pihak swasta yang concern akan pendidikan mengambil alih tugas negara. Saat negara tak lagi bisa diandalkan untuk memberikan pendidikan terbaik. Pihak swasta tanpa dukungan sedikitpun tentunya hanya bisa mengumpulkan biaya pendidikan dari wali murid. Dan biaya pendidikan itu tak murah.
Kesehatan pun saat ini menjadi begitu mahal. Masyarakat bergotong royong mengumpulkan dana kesehatan melalui asuransi kesehatan yang dikelola oleh pemerintah. Sayangnya dana kesehatan itu sering kali tak dialokasikan secara benar.
Sementara itu pendapatan tak sebanding dengan biaya yang dikeluarkan. Hal ini membuat kesenjangan antara pendapatan dan pengeluaran begitu lebar. Membuat masyarakat berada dalam moda bertahan hidup. Tak lagi berpikir tentang sejahtera.
Satu lagi, Nak. Ibumu ini merasakan kekhawatiranmu. Tingkat pengangguran pun semakin tinggi. Mereka yang lulus SMA dan perguruan tinggi sering kali bekerja tidak sesuai dengan kemampuan yang kalian miliki. Sering kali karena ketiadaan pekerjaan yang sesuai dengan pendidikan menjadikan kalian menurunkan standar sehingga mendapatkan gaji yang rendah.
Faktor Politik dan Kebijakan Pemerintah
Nak, sekian lama gelombang demonstrasi yang marak di masyarakat. Banyak hal-hal yang belum terjawab dan tak dipikirkan secara serius oleh pejabat kita. Rencana mereka tentang rancangan undang-undang yang hanya mementingkan segelintir orang dan tak berpihak pada rakyat. RUU yang merugikan banyak pihak. Belum lagi intervensi dan pelemahan demokrasi dengan berbagai kebijakan yang tak populer. Tentu saja membuat kalian semakin kecewa dan marah. Lembaga-lembaga yang seharusnya independen dibuntungi wewenangnya. Otoritas yang semestinya dijunjung tinggi dibatasi. Belum lagi menggunakan alat negara untuk membungkus kritik dan aspirasi dari rakyat.
Nak, ibumu pun muak melihat politik dinasti yang tak lagi malu-malu diperlihatkan. Kalau zaman ibumu dulu kolusi dan nepotisme itu dilakukan dalam diam meski pada akhirnya yang tak berada dalam jalur yang benar akan diketahui banyak orang juga. Mantan penguasa selama 32 tahun itu menempatkan satu anaknya yang terlihat dalam politik. Sementara anak yang lain tak banyak diberikan spotlight.
Saat ini Nak, tak hanya mereka yang berada di pusat kekuasaan tertinggi. Di daerah para pejabat tak malu-malu lagi mencarikan pekerjaan bagi anaknya di jalur politik. Ibumu juga marah, Nak. Saat hukum dan ketentuan dipermainkan hanya sekadar memuluskan para nepo baby ini.
Kalau mereka memiliki kemampuan dan integritas yang mumpuni. Ibu yakin anak-anak negeri ini akan memberikan kesempatan dalam berjejaring di dalam kekuasaan yang bertanggung jawab. Lalu kalau mereka tak berkompeten, mengapa harus dipaksakan? Sebegitu gurihnya kekuasaan ya Nak, sehingga begitu banyak orang menghalalkan segala cara untuk menuju tujuannya.
Ditambah lagi dengan korupsi seperti buku terbuka di atas meja. Mempersilakan orang-orang melihat semuanya. Seperti sebuah pertunjukan dimana semua orang mengetahui awal dan akhirnya. Skandal-skandal setiap hari muncul tanpa permisi. Pengkhianatan dan pencurian uang rakyat tanpa kendali. Rasanya frustasi melihat kondisi saat ini ya Nak?
Faktor sosial dan keadilan
Nak, saat para tokoh publik flexing dengan hal-hal yang mereka punya ibumu ini hanya bisa menerka. Benarkah itu hasil kerja keras mereka sehingga dalam kurun waktu sebentar mereka memiliki limpahan harta benda sedemikian menyilaukan? Sejujurnya ibumu ini jadi berpikiran negatif. Apakah harta ini halal dan thayyib ya, apalagi bagi mereka yang memiliki keyakinan beragama seperti ibu?
Lalu waktu pun menjawab. Akhirnya ibumu pun memahami. Oh ya, lingkaran kekuasaan memang begitu menyenangkan sehingga mereka seringkali bertindak secara cacat etika. Mulut-mulut sampah yang melakukan pemujaan tiada henti pada logika busuk yang merusak nurani. Sangat wajar bagi mereka melakukan hal-hal yang nir simpati dan empati di berbagai kesempatan. Kalau mereka menuai hujatan hari ini. Itu satu hal yang wajar bukan?
Anak-anak negeriku,
Saat ini kita merasakan krisis kepemimpinan dan lemahnya kepercayaan publik pada figur pemimpin dan institusi negara. Mereka yang sudah berjanji namun tak segan untuk mengingkari. Sudah bukan rahasia lagi rakyat hanya dijadikan mesin pengumpul suara lalu saat sudah berada dalam lingkaran kekuasaan arogansi ditunjukkan tanpa rasa jengah.
Kemarahan yang kalian perlihatkan sangatlah wajar. Apalagi mereka melakukan silent treatment bahkan tone deaf seperti tak tahu apa-apa. Timbunan kekecewaan dan murka kalian akan keadaan negeri ini menyulut berbagai demonstrasi yang kalian lakukan. Ibumu akan mendukung itu, Nak. Takkan melarangnya.
Sayangnya korban pun berjatuhan. Dimulai dari Affan Kurniawan, seorang driver ojek online yang tak ikut berdemo. Ia hanya sedang melaksanakan tugasnya. Mengantarkan pesanan makanan yang tak pernah sampai pada pemesannya.
Kendaraan taktis yang biasanya dipakai untuk mendukung operasi pertempuran jarak dekat dan jelajah medan sulit telah membuatnya kehilangan nyawa. Kendaraan yang melaju kencang di tengah masyarakat yang berkumpul menyuarakan keadilan. Masyarakatpun makin marah dan tak percaya terhadap kejujuran aparat dalam memproses kekejaman ini.
Kemarin Nak, di Jogja. Seorang mahasiswa baru di sebuah universitas swasta yang dekat dengan lokasi demonstrasi. Rheza Sendy Pratama pun harus kehilangan nyawa karena tindakan represif dari mereka yang merasa membela negara dengan seragamnya.
Hati-hati untuk hari ini ya Nak. Banyak sekali penyusup yang tak suka negara ini sejahtera. Ibumu ini tahu apa yang akan terjadi hari ini karena kalian tak pernah lelah mencintai negeri ini.
Jangan mudah terprovokasi. Tahan emosi. Lelah dan marah adalah sebuah kondisi yang akan memudahkan mereka memancing anarki. Mundurlah dari gelanggang jika perlu. Pulanglah saat senja telah datang. Karena semua tahu. Malam hari adalah waktu mereka merusak nilai kalian. Libatkan Tuhan dalam setiap pergerakan kalian. Semoga Yang Maha Kuasa selalu melindungi kalian dimanapun kalian berada.
Negeri ini masih butuh kalian, Nak. Sehat-sehat untuk kalian. Panjang umur perjuangan.
👍
BalasHapus