Taaruf dan Menikah Muda dalam Pandangan Seorang Remaja - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Selasa, 14 Juli 2020

Taaruf dan Menikah Muda dalam Pandangan Seorang Remaja



Masih anget nih, viralnya Dinda Hauw dan Rey Mbayang yang menikah melalui proses taaruf dan di usia yang relatif masih muda. Dinda Hauw tahun ini 23 tahun, sementara si suami 21 tahun. Banyak netizen yang berusia sepantar mereka pun kebaperan dan berharap bisa melakukan hal yang sama. Tambah rame lagi saat diketahui netizen jika Dinda Hauw tidak bisa masak mie instan.



Saya sebagai orang tua yang memiliki anak perempuan dan laki-laki tentunya memiliki pandangan dan harapan. Namun pandangan dan harapan itu tetap saja tak bisa saya paksakan pada anak-anak. Mereka tetaplah pribadi yang memiliki pola pikir dan keinginan yang berbeda dari orang tuanya. Meski kewajiban orang tua mengarahkan anak sampai mereka siap memiliki kapal sendiri. 

Beberapa kali saya membaca di timeline media sosial mengenai pro dan kontra netizen mengenai hal ini. Sampai pada akhirnya ada pertengkaran khas netizen tentang taaruf, menikah muda, serta harus tidaknya perempuan bisa turun ke dapur. 

Berbagai sudut pandang pun dikemukakan oleh netizen. Mulai dari taaruf itu adalah hal yang diwajibkan oleh agama Islam untuk mengenal siapa yang hendak kita nikahi, lalu pandangan bahwa menikah muda itu hanya emosi semata, nggak punya logika, hingga kesiapan lelaki dan perempuan saat hendak melangkah ke jenjang pernikahan. 

Bagi saya yang tahun ini menjalani 19 tahun membagi hidup dengan suami, sangat paham bahwa pernikahan itu tidak hanya melulu soal perasaan. Ada komitmen yang harus dijaga. Berparuh waktu dengan berbagai kewajiban dan hak yang melekat. Ada kebutuhan yang harus terpenuhi, baik bagi pasangan maupun anak-anak. Ada pengorbanan besar yang harus dilakukan dari masing-masing pihak.

Meski begitu, rasa pun harus tetap terpelihara. Seperti tumbuhan, jika bibit disemai tetaplah harus mendapatkan air dan pupuk hingga bisa tumbuh subur. Cinta memang bukan yang utama, namun bagaimana mampu bertahan kalau sudah punya cinta? Masih mampukah menjaga komitmen? Masih mampukah untuk berkorban?

Saya sempat ngobrol dengan Kakak tentang hal ini. Ini adalah pandangan si Kakak, pelajar klas 12, dengan usia belum genap 17 tahun.

"Kak, menurutmu gimana viralnya Dinda Hauw sama suaminya?

"Yang mana?"

"Yaaaa ... Ramenya itu."

"Yang taaruf, nikah muda, nggak bisa masak, atau viralnya?"

Eh ... Si Kakak memetakan masalah itu sendiri-sendiri ternyata. 

"Ya semuanyalah."

"Ini menurutku. Sebenarnya taaruf dan nikah muda itu bisa dilakukan oleh siapapun. Mau seleb atau bukan. Kan banyak juga di sekitar kita yang ngelakuin itu. Masalahnya Dinda itu seleb. Dilihat banyak orang. Orang-orang kebaperan. Diuwuin. Direpost. Abis itu yang kontra ngejulidin. Kalau pendapatku, netijen itu ya nggak usah berlebihan. Seneng ya boleh, doain ya boleh. Tapi ya nggak usah terus kepenginan. Jalan hidup orang kan beda-beda. Nggak usah kepengenan sama hidup orang lain. Yakin aja kalau Allah itu sudah nentuin takdirnya ya harus begitu."


"Terus kalau masalah taaruf gimana Kak? Kan katanya kenal sebentar, jadi nggak bisa memahami satu sama lain?"

Kalau menurutku, kenal atau tidak itu tergantung sama kejujuran masing-masing. Mau pacaran setahun dua tahun sampai lima tahun, kalau nggak jujur ya sama aja pacarnya nggak kenal beneran. Baik di depan doang. Aku ngeliat temen-temenku yang punya pacar tuh kayak punya effort lebih supaya dilihat baik, dianggap perhatian, dianggap sempurna. Padahal kan nggak ada orang yang sempurna kan? Kalau taaruf, mestinya ya yang sesuai dengan ketentuan agama. Bukan pacaran dibalut dengan agama. Alasannya diskusi agama, chatting sampai pagi. Alasannya saling mengingatkan, tapi jadi baper. Jadi merasa kangen, kudu ngobrol melulu. Ya bubar taarufnya. Kenal sebentar, tapi jujur, jadi diri sendiri. Itu kan malah lebih baik.


"Terus itu ada yang bilang Laudya Cintya Bella bercerai karena belum kenal satu sama lain."

Nggak jaminan juga ah. Dulu Bunda pernah cerita, ada temen Bunda pacaran 12 tahun nggak jadi nikah. Temen Bunda ada juga tuh yang pacaran 7 tahun nikahnya 2 tahun terus cerai. Tante Ica, kenal 3 minggu terus nikah, ya bahagia aja tuh. Kita kan nggak pernah tahu kehidupan orang lain. Ngelihat juga di sosmed doang. Tiba-tiba udah ngejudge aja. 


"Kalau nikah muda, kamu ngedukung nggak?" 

Kalau orang sudah punya niat baik, niatnya ibadah ya didukung to Nda? Kan memilih yang halal dibanding yang haram. Agama sudah mengatur. Kalau sudah mampu mau ngapain kalau memang sudah ada yang sreg. Daripada pacaran. Nggak mungkin to pacaran cuma liat-liatan doang? Pasti dipegang. Tuh ... Temenku yang pacaran pegangan tangan, ada yang pelukan, kissing ... Hiiy ... Kalau kebablasan gimana?"

"Terus kalau masalah umur, Lha ukuran muda setiap orang kan beda-beda to, Nda? Contohnya, orang meninggal di umur 30 banyak yang bilang masih muda kok sudah meninggal. Giliran umur 30 belum nikah dibilang sudah tua. Anggapan muda kan nggak sama setiap orang. Coba menurut Bunda, umur yang cukup untuk menikah tuh umur berapa?"

"25 mungkin"

"Menurut Bunda itu udah nggak muda?"

"Bukan nggak muda, sudah cukup umur lah."

"Bisa jadi Nda, untuk zaman milenial ini umur segitu tuh masih banyak yang pengen dikejar. Entah sekolah lagi, entah kerja yang giat. Banyak yang belum pengen menikah karena merasa masih muda."


"Tapi katanya kalau nikah muda itu cuma mikir perasaan doang, belum dewasa maunya ena ena aja?"

"Ah... Kata siapa? Dewasa tuh nggak lihat umur ah. Banyak juga orang yang umurnya udah banyak nggak dewasa kalau ngomong. Banyak juga tuh orang dewasa yang tingkahnya persis anak-anak. Dewasa kan nggak mandang umur to Nda? Jadi menurutku umur tuh nggak bisa dijadiin ukuran seseorang itu dewasa atau enggak."


"Terus masalah nggak bisa masak gimana?"

"Bunda dulu pas nikah udah bisa masak belum?"

"Ya nggak seperti sekarang. Bisanya ya yang standarlah, masak sop, oseng-oseng. Tapi seringnya masih labil rasanya."

"Tapi kok mau nikah kenapa? Kan belum pinter masak?"

"Karena merasa sudah waktunya. Kalau pacaran kelamaan takut kebablasan."

"Berarti nikah itu nggak kudu siap semuanya kan?"

"Iyalah ... Nikah kan berproses. Belajar terus."

"Kan ... Bunda juga bilang nikah itu belajar terus? Berarti nggak papa to, nikah belum bisa masak? Kan bisa belajar. Tapi kalau aku sih pengennya kalau nikah nanti aku bisa masak, paling nggak tujuh macem lah. Biar tiap hari menu masakannya nggak itu itu terus. Kalau belum bisa juga, masih ada go food ini.


"Kalau Kakak pengen nikah muda nggak?"

Dia berpikir sebentar. Kemudian katanya,

"Nggak tahu kalau nanti Allah murah hati memberiku jodoh di umurku yang masih sedikit. Tapi kalau sekarang aku merasa banyak banget yang pengen aku raih. Masih banyak yang pengen aku kejar. Aku punya tujuan yang pengen banget aku wujudkan. Tapi aku nggak pengen juga nikah di umur yang sudah banyak."


"Kira-kira kamu mau nikah umur berapa?"

"25 ... Eh ... 27 mungkin. Eh ... Nggak tahulah. Pokoknya aku nggak maulah nikah pas masih kuliah. Pokoknya udah bikin keluargaku bahagia aja."


Si Kakak memang punya pandangan positif tentang taaruf dan menikah muda. Ia tak melihat kasus Salmafina Sunan dan Taqy Malik sebagai referensi bahwa taaruf dan menikah muda itu buruk. Banyak di lingkaran keluarga dan pertemanan saya yang memberikan contoh baik berkaitan dengan dua hal itu.

Adik saya memutuskan akan menikah hanya setelah 3 minggu perkenalan. Meski ada jeda waktu 3 bulan karena permintaan Ibuk untuk mempersiapkan. Beberapa sepupu saya menikah di usia 21 atau 22 tahun, alhamdulillah mereka tetap harmonis sampai sekarang. Belum lagi saat melihat mbak Ita, salah satu sahabat saya, istri Mas Sakti, ex gitaris Sheila on 7 yang memutuskan menikah hanya sekali bertemu. Saat menikah pun ia masih berusia 21 tahun. Sekarang jangan ditanya harmonisnya rumah tangga beliau berdua. 

Ia punya referensi tentang perceraian itu karena adanya masalah yang berat dalam keluarga. Nggak memandang umur. Karena penyikapan terhadap masalah tergantung pada pribadi masing-masing. 

Kalau menurut teman-teman gimana? 

14 komentar:

  1. Memang tidak bisa menjamin ya mbak, awalnya gimana, akhirnya juga tidak tahu. Btw ngobrolnya berat nih, hehehe bikin mellow karena nanti anakku dewasa gimana ya

    BalasHapus
  2. Wah, piye gitu ya kalau menikah muda. Banyak kelebihan tapi juga ada yang masih dipikirin. Jadi inget dulu disuruh nikah aku nggak pernah mau. Sekarang agak gelo gitu, udah berumur anak masih kecil hehehe...

    BalasHapus
  3. Masyaa Allah ya si kakak keren banget, cara berfikirnya dah dewasa seklai, semoga segala keinginan dan tujuan kakak dapat tercapai ya kak sebelum nanti menikah

    BalasHapus
  4. Mba anaknya masih kelas 3 SMU ya berarti namun sudah dewasa sekali pemikirannya. Semoga anakku nanti juga bisa berpikir dewasa seperti ini.

    BalasHapus
  5. Dewasa memang tidak tergantung umur ya..buktinya sikap si Kakak tuh. Buatku, itu sikap org dewasa. Keren Si Kakak..juga Bundanya tentu..

    BalasHapus
  6. Ih kakak. Yuni ngefans sama pemikiran kakak. BEneran dah. Kelas 3 SMU pemikirannya sudah oke banget.

    ANdai orang-orang di sekitar yuni punya pemikiran seperti kakak. Mungkin yuni nggak akan baper dan galau begini dah. HEhehe

    BalasHapus
  7. MasyaAllah Kak Anya sudah sangat dewasa sekali pemikirannya...sosok wanita idaman yang mamapu mengayomi pasangan dan keluarga...Selamat ya Mbak sudah mendidik anak hingga punya pribadi bijak.. salut....

    BalasHapus
  8. Jawabannya si kakak bagus bgt si mbak keliatan kalo sudah dewasa. Aku termasuk yg nikah muda juga si 24 udh nikah. Ngerasain kuliah S2 sambil nggembol perut gede bimbingan sambil meres ASI ngerasain LDR lama komplet lah. Tapi Alhamdhulilah semua jd kenangan indah ga mau ditukar apapun

    BalasHapus
  9. MEmang nggak ada jaminan yang pacaran sampai lama bisa aja nggak jadi. Sementara yang kenal baru tiga hari bisa langsung nikah. Kalo aku sih tetep harus kenal dulu keluarganya agar tahu seperti apa silaturahmi dia dengan keluarga.

    BalasHapus
  10. Kak Anya dewasa ya pemikirannya, Nailah juga mau kuajak diskusi begini ya biar terbuka wawasannya, makasih inspirasinya Mbak

    BalasHapus
  11. Masya Allah, Kak Anya pemikirannya dewasa banget. Khasnya mendidik anak remaja ya, Mbak, harus bisa merangkul mereka layaknya sebagai sahabat. Itu juga yang almarhum Babe dan ibuk saya lakukan dulu. Ketika SMA sampai kuliah, mereka benar-benar mampu menjadi sahabat yang baik buat kami, anak-anaknya. Jadi asyik aja menyisipkan nilai-nilai kehidupan saat quality time bareng2 termasuk pas ngomongin "masa depan".

    BalasHapus
  12. Putrinya sangat kritis ya mbak biaa jeli mwnyikapi hal kekinian yg sedang terjadi

    BalasHapus
  13. Asalkan masing-masing menikah sudah bisa saling menjalankan tanggung jawab yo gapopo ya mba. Tapi nek nikah masih tergantung sama orangtua yang agak berat nih. Soalnya ntar kan apa-apa masih diatur orangtua. Menyikapi pernikahan muda ga bisa dari satu sisi aja. Banyak hal yang kudu dilihat dan diamati.

    Anya hebat loh sudah punya pendirian. Semoga bisa meraih banyak hal yang diidamkan ya Mb Anya, termasuk jodoh yg sholih.

    BalasHapus
  14. Dulu aku juga pengen nikah muda. Eh ternyata pacarku selingkuh mba hiks. Malah curhat ahhaha. Alhamdulillah akhirnya ak nemu pasangan yang ngajak taaruf. Percaya nggak percaya kalo niatnya ibadah kok hasilnya baik gitu ya.

    BalasHapus

Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih