I stand with Via Vallen - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Rabu, 06 Juni 2018

I stand with Via Vallen



Beberapa hari ini begitu ramai di dunia maya terkait dengan pemberitaan Via Vallen dan seorang pemain sepak bola asing. Bahkan dalam beberapa hari menjadi trending topic di salah satu media sosial. Di luar kontroversi yang beredar di dunia maya, saya bisa merasakan apa yang dirasakan Via Vallen ketika seseorang mengiriminya pesan yang menjurus ke pelecehan seksual. Bagi sebagian orang hal itu dianggap penyanyi dangdut yang sedang naik daun ini mencari sensasi. Ada yang menganggap ini biasa aja tak perlu dibesar-besarkan. Namun banyak juga yang bersimpati terhadapnya . Termasuk saya.

Anggaplah saya sedang alay. Namun jika belum pernah merasakan memang sulit untuk mengerti bagaimana perasaan dan posisinya. Untuk itu saya ingin bercerita pada pembaca blog saya. 

Manusia tak pernah bisa meminta diciptakan oleh Tuhan dengan fisik yang diinginkan. Semua sudah diatur oleh-Nya. Untuk mempunyai fisik yang lebih baik manusia, apalagi kaum hawa tinggal merawat ataupun memolesnya. Hanya saja manusialah yang sering tak bersyukur bahwa Tuhan telah menciptakannya dengan sebaik-baiknya bentuk hingga bagi sebagian kecil kaum perempuan yang memilih mengubahnya di meja operasi.
Tuhan juga menciptakan perempuan yang menurut pandangan ciptaan Tuhan yang lain demikian sempurna. Namun kesempurnaan yang melekat padanya itu terkadang membuatnya tak nyaman. Apalagi jika kemudian membuat lawan jenisnya berfantasi lantas berujung pada pelecehan seksual baik secara fisik maupun verbal.

Cerita seorang sahabat


Ia terlahir dengan fisik yang lebih baik dari yang lain. Tinggi semampai, mata besar namun selalu bersinar lembut. Juga bibir yang selalu mengukir senyum meski ia sedang melakukan satu hal yang serius. Sejak SD ia sering mendapatkan pelecehan dari laki-laki dewasa secara verbal. Bahkan pernah di suatu waktu hampir saja ia menjadi korban pemerkosaan dari pelatih sebuah kegiatan.

Lantas SMP dan SMA. Suitan nakal sudah sering ia dapatkan. Padahal untuk ukuran perempuan kebanyakan ia termasuk gadis yang pendiam. Meski pakaiannya tertutup rapat tetap saja tak menghentikan beberapa kaum adam untuk tak melakukan pornoaksi.
Ia sering menyalahkan dirinya sendiri. Semakin pakaiannya tertutup godaan itu semakin banyak. Bahkan sampai ia bersuami dan mempunyai anak. Tetap saja ia mendapatkan gangguan dari laki-laki, apalagi gangguan verbal.

Semua usaha untuk menghindari gangguan sudah ia lakukan. Namun tetap saja, yang namanya laki-laki dengan banyak modus datang menghampiri. Ia pun pasrah. Ternyata mempunyai wajah sempurna membuatnya tak aman.

Cerita saya


Tak pernah sekalipun terbayang di benak saya jika satu waktu saya pernah merasakan apa yang dirasakan oleh Via Vallen. Saat itu saya sudah kuliah di kota kelahiran suami saya. Ada beberapa mata kuliah yang saya ambil waktu belajarnya setelah maghrib atau Isya. Otomatis saya pun pulang dari kampus paling awal sekitar jam 20.30.

Saya sudah berjilbab saat itu. Saya tinggal di rumah sepupu saya yang berjarak 1,5 km dari kampus. Sebenarnya jalan pulang saya termasuk jalur ramai. Namun di titik-titik tertentu yang merupakan areal pemakaman terbesar di Semarang saat itu memang tak banyak penerangan sehingga suasana terlihat remang-remang.

Di tempat itulah di satu waktu saya dipepet oleh 3 pengendara sepeda motor. Depan, belakang dan samping. Mereka senyum-senyum nakal memandangi saya dari atas ke bawah. Feeling saya sudah nggak enak hingga berusaha untuk melepaskan diri. Namun agak sulit karena setiap kali saya berusaha mencari celah mereka bisa menutupnya sehingga saya pun berusaha untuk tetap stabil saat mengendarai sepeda motor.

“Mbak, ayo ikut kita. Ntar enak-enakan deh.”
Saya cuma diam berusaha tak merespon meski jantung saya sudah berdetak lebih cepat.
“Nggak usah sombong mbak. Jangan jual mahal gitu” sahut yang lain.
Saya tetap berkonsentrasi di jalan supaya bisa segera pergi dari mereka yang sudah berpikiran kotor tentang saya.
“Mau berapa sih Mbak? Aku bayar.”

Mau nangis rasanya. Marah sedih, sakit hati campur jadi satu. Tapi satu kata pun nggak bisa keluar dari mulut saya. Saya terlalu kaget saat itu. Bayangkan, saya ‘ditawar’ orang di jalan. Rasanya hina banget.

Untungnya di sebuah pertigaan, saya bisa mengambil celah meski khawatir juga jika menyerempet motor yang lain. Lega bisa lepas namun sakit hati saya tak kunjung sembuh. Sejak saat itu saya meminta suami yang ketika itu masih menjadi sahabat saya untuk mengantar jika pulang kuliah. Ia mengikuti saya dari belakang karena kami sama-sama bawa kendaraan. Kebetulan saya dan dia satu jalur pulang.

Lantas selisih setahun setelah kejadian itu ternyata saya masih mendapatkan perlakukan yang menjijikkan dari simpatisan sebuah partai besar. Saat itu  terjadi euforia kebebasan politik. Warna merah ada di mana-mana. Dan sering sekali saat kampanye menuh-menuhin jalanan.

Jaman dulu masyarakat tak bisa mengetahui jalur yang akan dilalui untuk kampanye sebelah mana saja. Begitu juga dengan saya. Saat itu baru saja pulang menemani sahabat saya yang diwisuda. Tahu-tahu simpatisan partai dari kejauhan terlihat memenuhi jalan. Mau tak mau saya pun yang bersimpangan arah dengan mereka minggir. Bahkan sampai naik ke trotoar.

Tak terduga oleh saya. tiba-tiba beberapa laki-laki dengan langkah ;lebar mendekati saya kemudian (maaf) meremas bagian belakang saya. Saya menjerit. Tapi jeritan saya tetap kalah dengan suara raungan motor dan teriakan mereka.

Perjalanan pulang menuju rumah saya lalui dengan air mata yang tak berhenti mengalir. Sampai rumah saya langsung menulis surat terbuka kepada pimpinan partai tersebut yang saya kirimkan ke media cetak. Sayangnya surat saya tak pernah ditayangkan. Namun kebencian saya pada simpatisan partai itu membuat saya sampai sekarang antipati.

Tahu nggak yang saya rasakan saat itu?

Saya merasa kotor. Saya yang belum menikah saat itu merasa sudah dijamah oleh lawan jenis saya. Benci karena saya tak bisa melindungi diri sendiri. Kecewa karena saya tak bisa bicara pada semua orang tentang hal ini. Merasa terhina, karena saya yang sudah menutup aurat pun tetap saja tak bisa menghalangi otak ngeres mereka.

Setiap perempuan mempunyai sex appeal yang menarik perhatian lawan jenisnya. Tak ada yang salah untuk hal itu. Sex appeal bisa saja muncul dari orang yang benar-benar sudah menutup rapat tubuhnya. Sayangnya, masih banyak laki-laki yang mengekspresikan ketertarikannya secara brutal sehingga banyak dari kaum kami susah untuk bisa berbicara.

Jika tubuh sudah tertutup namun masih saja lawan jenis merasakan daya tarik kaum perempuan, apakah kami masih harus dipersalahkan oleh anugerah Tuhan yang tak bisa kita pilih kepemilikannya?


13 komentar:

  1. MasyaAllah pelecehan banget itu mah ya mbak Irfa, semoga Allah selalu melindungi kita dari orang orang jahat yang berpikiran kotor ya

    BalasHapus
  2. Ngerii ya mba, sampe kek gitu..
    Ternyata walaupun kita udah menjaga diri dan tertutup tetap saja masih ada gangguan sepertti itu..

    BalasHapus
  3. Sementara itu banyak, sangat banyak perempuan yang tidak merasa kalau dilecehkan. Salah satunya karena tidak tahu bahwa tindakan itu melecehkannya. Pernah melihat di bis kota, ada seorang laki2 yang dengan santainya mengusap2 paha perempuan di sebelahnya yang terlihat pucat, gerah tapi tidak berani berkata apa2. Mereka duduk di barisan paling belakang dan diriku berdiri di depannya. Diriku spontan mendekat dan meminta ibu tersebut bergeser tempat duduk dengan alasan karena daku tdk kuat berdiri pusing dan ingin kena angin supaya tidak mabuk. Berhasil.....lelaki tersebut terpaksa menghentikan gerakan nakal tangannya karena terhalang olehku..ye ye.

    BalasHapus
  4. Sangat sepakat ama quote_nya, bahkan kadang ada orang yang kemudian sengaja tidak merawat tubuhnya, membiarkan tubuhnya menggemuk, mengkusam, agar sex appeal_nya tidak nampak, tapi yang terjadi tetap saja dapat pelecehan,. :(

    BalasHapus
  5. Ya Allah mbak, baca tentang simpatisan partai. Aku sampai sekarang jd antipati sama partai moncong banteng. Mungkin karena bayaran atau murni dari partai, mereka banyak yg ga sopan.

    Walaupun hanya verbal, rasanya pengen berkata kasar. Biasa kan mereka suka panggil2, sayanya cuek. Eh, mereka ngomong kotor khas bawa2 binatang. Dan, mereka banyakan dari atas truk! Ih, emosi bgt.

    Sekarang ini banyak bgt pelecehan seksual, ga di dumay atau dunya. Semoga kita selalu dalam lindungan-Nya ya mbak.

    BalasHapus
  6. Aku bacanya speechless mau berkomentar apa Mba. Tapi salut untuk keberanian menyuarakan isi hati Mba Irfa.Pasti ngga mudah membuka diri dan memberi inspirasi org lain soal hal semacam ini.

    BalasHapus
  7. subhanallah, serem banget... hiks :(

    BalasHapus
  8. I fee uuu mbaak, meski nggak sampe seperti yg jau alami. Tapi pelecehan apapun bentuknya menjadi tekanan yg negatif pada diri korban. Aku dulu sampai bawa payung utk alat bela diri. Aku juga salut sama Via Vallen yang berani bicara, tapi juga gemes sama sesama perempuan yg malah meremehkan dia

    BalasHapus
  9. Astaghfirullah mba..saya pun pernah merasakan di goda zaman sma dl, sampai menimbulkan trauma..smg kejadian spt ini tak terulang yaa mba, Aamiin

    BalasHapus
  10. Aku pun pernah mengalaminumya, di bus antar provinsi. Kalau ingat sesek dadaku, Mbak.

    BalasHapus
  11. Ngeriii bacanyaaa...kita ngga boleh nenutup mata, perempuan rentan banget dilecehkan...setuju dengan tindakan via vallen..

    BalasHapus
  12. Subhanallah ngeri banget mbak pengalamannya..temenku juga ada yang pernah hampir diperkosa sama aparat mbak pulang kuliah malam semoga kita dijauhkan dari hal jahat ta mbak...

    BalasHapus

Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih