Ke Bukit Cinta Aku akan Kembali - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Senin, 03 Juli 2023

Ke Bukit Cinta Aku akan Kembali

Rawa Pening Baru Klinting


“Ayah besok ke Semarang ya?”
“Aku ikut boleh? Aku libur sampai Ahad lho?”
“Yo ayok.”
“Kalau Kakak ikut aku ya ikut.”
“Lho ... Kok ke Semarang semua? Bunda ikutlah.”

Paksu cuma diem aja. Niatnya antar pesanan kebab beberapa pax. Ternyata yang lain mau ngintilin. Laba nggak seberapa, rugi iya kalau kudu naik mobil. Si Kakak kayaknya bisa membaca pikiran ayahnya.

“Kita naik motor aja yuk? Sekali-kali ngerasain perjuangannya ayah naik motor Semarang Muntilan?” usul si Kakak.
“Gassss ...”

Obrolan di awal Juni lalu membuat kami benar-benar melakukan touring. Ini adalah pengalaman Kakak dan Adek naik motor ke Semarang. Tentu saja bikin mereka excited dengan perjalanannya. Sejak malam sebelum jalan mereka sudah mempersiapkan apa saja yang harus dibawa. Biasanya mereka langsung taruh barang di koper. Hari itu kami harus mempersiapkan segala sesuatunya dalam tas ransel.

Awalnya kami nggak punya tujuan. Pokoknya asal nyampe Semarang ajalah. Saya sudah membayangkan anak-anak bakal mengeluh dengan perjalanan kali ini. Bukan sesuatu yang ringan naik motor sejauh hampir 100 km yang biasa ayahnya tempuh dalam waktu tiga jam.

Dari awal Paksu sudah kasih briefing ke anak-anak. Kami sepakat setiap satu jam sekali akan berhenti untuk beristirahat. Akan tetapi kami juga menghitung waktu bahwa hari itu adalah hari Jumat sehingga Paksu menargetkan untuk sampai di Masjid Jami’ Istiqomah Ungaran untuk shalat Jumat.


Perjalanan menuju Semarang


Kami berangkat jam 09.30. Saya bonceng Paksu, Kakak bonceng Adek. Kalau melihat ekspresi mereka sih kelihatannya bahagia di awal perjalanan. Kecepatan motor pun standar aja, paling nggak 50 atau 60km/jam. Itu pun sudah bikin saya nengok melulu ke belakang.

Satu jam perjalanan kami sampai di depan Masjid Miftahul Jannah Banaran Desa Bedono Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Kami pun berhenti untuk beristirahat. Ada sebuah saung yang berada di sisi utara masjid. Saung itu pun cukup luas ketika kami tempati berempat. Adek langsung tidur tengkurap di ikuti Kakak yang berbaring di sebelahnya.

“Pegel,” katanya sambil tertawa.

Perjalanan touring menuju Semarang


Di sebelah saung, berjejer beberapa penjual jajanan. Ada bakso, dawet, mie goreng, serta siomay. Harganya pun murah banget. Paksu memesan bakso empat mangkok. Satu mangkoknya seharga Rp. 5.000,-. Rasanya lumayanlah, apalagi untuk harga segitu.

Suasana di situ cukup sejuk. Mungkin karena berderet pohon-pohon tinggi yang menjadi hutan buatan. Sesekali terdengar suara burung yang terbang melintas di pohon-pohon yang tinggi menjulang. kami beristirahat sekitar 20 menit. Lantas kembali melakukan perjalanan.

Salah satu pemandangan favorit ketika melintas di area Banaran adalah kebun kopi. Mungkin juga ada pohon cokelat. Dulu pernah melihat di area itu pun ada tanaman cokelat. Terhampar luas sampai beberapa kelokan jalan. Meskipun saya hidup di desa. Melihat sawah dan pepohonan di tempat lain pun saya masih merasa takjub dengan keindahan tersebut.

Melintasi jalan utama Semarang Magelang ini sempat terganggu dengan pelebaran jalan di daerah Jambu. Sempat terjadi macet panjang. Salah satu keuntungan perjalanan kali ini adalah dengan mengendarai sepeda motor kami masih bisa mencari celah di antara kendaraan-kendaraan berstang bundar. Sempat khawatir kalau Adek dan Kakak tertinggal jauh karena Paksu yang lincah mencari celah. Saya dan Kakak pun saling mengirim shareloc terkini supaya sama-sama terpantau.

Tak berapa lama motor kami sudah berurutan. Paksu agak mempercepat laju kendaraan bermotor untuk mengejar waktu shalat Jumat. Benar saja. Saat kami memasuki halaman masjid Jami’ Istiqamah Ungaran adzan sedang berkumandang.

Turun dari sepeda motor, Kakak nggelendot ayahnya sebentar.

“Ayah kok kuat naik motor seminggu sekali bolak balik gini. Makasih ya, Yah,” kata Kakak sambil menatap ayahnya dengan rasa sayang.

Paksu tertawa dan mengelus kepala Kakak sekilas. Saat Paksu dan Adek masuk ke dalam masjid, saya dan Kakak istirahat di teras. Beberapa perempuan terlihat menunggu di sepanjang teras masjid tersebut. Kakak langsung menggelosor, mengistirahatkan punggungnya. Tak berapa lama terdengar dengkur halus si Kakak. Selama ini Kakak selalu tidur jika perjalanan ke Semarang. Sering kali lima menit mobil baru jalan ia sudah terlelap dan terbangun sudah keluar pintu tol Gayam Sari. Kali ini ia terpaksa terjaga sepanjang perjalanan.

Setelah Paksu dan Adek shalat Jumat kami melakukan perjalanan kembali. Silaturahmi ke adik suami, ke rumah eyangnya anak-anak, dan terakhir menyambangi kakak sepupu saya di Bukit Semarang Baru. Kami menginap di sana. Kami pun merencanakan sesuatu saat perjalanan pulang esok hari.

Perjalanan Menuju Bukit Cinta, Rawa Pening


Kami berangkat lebih lambat 30 menit dari rencana awal. Kakak sepupu saya ngajak olah raga dulu di danau buatan di depan cluster perumahannya. Dari BSB kami menyusuri jalan tembus menuju Ungaran via Gunungpati. Meski jalan berkelok dan naik turun lumayan tajam. waktu tempuh 25 menit kami sudah sampai di pertigaan Jalan Ungaran – Cangkiran.

perjalanan wisata Kabupaten Magelang

Kali ini kami tanpa istirahat langsung menuju sebuah tempat wisata di area Banyubiru Kabupaten Semarang. Melewati jalan lingkar setelah melewati terminal Bawen. Dari kejauhan kami sudah bisa melihat Rawa Pening yang legendaris itu.

Bukit Cinta adalah tujuan kami. Setelah satu jam perjalanan kami pun sampai di depan Gerbang Bukit Cinta dimana kita juga bisa melihat keindahan Rawa Pening. Masih sepi sih, karena kami sampai sana sekitar jam 08.30. Agak kesel lupa nggak foto area masuknya. Ada sedikit kendala saat mau masuk ke area parkir karena sistem barrier gate nya error.

Saya harus membayar Rp. 60.000,- untuk empat orang jika ingin masuk ke area wisata Bukit Cinta. Di beberapa tempat terlihat berbagai patung dan relief dari hikayat Baru Klinting. 

Rawa Pening


Tahu kan siapa si Baru Klinting? Kalau kalian suka baca cerita legenda pasti nggak asing lagi dengan si naga besar salah satu tokoh penting dalam legenda terjadinya Rawa Pening. Ada berbagai versi tentang legenda terjadinya Rawa Pening. Dan inilah salah satu cerita yang banyak berkembang di masyarakat.

Cerita Tentang Legenda Rawa Pening

Legenda Baru Klinting


Di sebuah desa bernama Ngasem yang terletak di lembah antara Gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu, Semarang, Jawa Tengah. Tinggallah suami istri bernama Ki

Hajar dan Nyai Selakanta, yang sangat dihormati oleh masyarakat sekitar karena sikap ramah dan selalu membantu orang lain. Namun, hidup mereka belum lengkap karena belum dikaruniai seorang anak.

Suatu hari, Nyai Selakanta yang sedang merenung mengungkapkan keinginannya untuk memiliki seorang anak kepada Ki Hajar. Ki Hajar kemudian meminta izin untuk pergi bertapa di Gunung Telomoyo. Pada saat Ki Hajar pergi, Nyai Selakanta merasa mual dan muntah-muntah. Ia menduga bahwa dirinya sedang hamil. Dugaannya benar. Ia pun menyambut dengan suka cita. Ternyata setelah sembilan bulan Nyai Selakanta melahirkan. Seorang anak berupa seekor naga lahir dari rahimnya. Lantas si bayi naga itu diberi nama Baru Klinthing, mengambil nama dari salah satu pusaka suaminya.

Meskipun Baru Klinthing memiliki wujud naga. Ia memiliki kemampuan berbicara seperti manusia. Nyai Selakanta merasa malu melahirkan anak berwujud naga.Perempuan ini pun merencanakan untuk membawanya ke Bukit Tugur agar jauh dari warga desa. Sebelum pergi, Nyai Selakanta merawat Baro Klinthing secara rahasia tanpa diketahui oleh orang lain.

Baru Klinthing tumbuh dewasa dan ingin tahu tentang ayahnya. Nyai Selakanta menceritakan tentang Ki Hajar yang sedang bertapa di lereng Gunung Telomoyo. Ia meminta Baru Klinthing untuk menyusulnya dengan membawa tombak pusaka milik Ki Hajar. Itu sebagai bukti bahwa Baru Klinting adalah anak Ki Hajar dan Nyai Selakanta. Baru Klinthing menemui ayahnya di lereng Gunung Telomoyo dan membuktikan tentang hubungan mereka dengan tombak pusaka. Ki Hajar belum percaya secara sepenuhnya. Ki Hajar kemudian menyuruh Baru Klinthing untuk melingkari Gunung Telomoyo. |Hal itu dilakukan dengan mudah berkat kesaktian Baru Klinting. Ki Hajar akhirnya percaya bahwa naga tersebut adalah anaknya yang lahir dari rahim Nyai Selakanta. Ki Hajar kemudian memerintahkan anaknya untuk bertapa di Bukit Tugur supaya tubuhnya berubah menjadi manusia seutuhnya.

Sementara itu, di desa yang bernama Desa Pathok. Penduduknya kaya dan angkuh. Mereka merencanakan pesta sedekah bumi. Mereka pergi berburu dan menemukan Baru Klinthing yang sedang bertapa. Mereka menangkap dan membunuhnya. Kemudian dagingnya dimasak untuk hidangan pesta panen. Ketika warga desa sedang berpesta, datanglah seorang anak laki-laki yang penuh luka pada tubuhnya dan memiliki bau yang amis. Anak laki-laki ini adalah penjelmaan Baru Klinthing. Baru Klinthing bergabung ke dalam keramaian dan meminta makanan kepada warga, tapi tidak ada satupun warga yang mau memberinya makan. Bahkan, para warga memaki-maki dan mengusir Baru Klinthing karena baunya yang tidak sedap.

Baru Klinthing pergi meninggalkan desa dan bertemu dengan seorang janda tua bernama Nyi Latung. Janda ini kemudian memberinya makanan yang lezat. Melihat perilaku buruk penduduk desa, Baru Klinthing ingin memberi pelajaran pada mereka. Ia berpesan kepada Nyi Latung untuk mempersiapkan lesung, sebuah alat untuk menumbuk padi. Nyi Latung disarankan untuk naik ke lesung jika ada suara bergemuruh. Kemudian Baru Klinting kembali ke pesta panen.

Ia menancapkan lidi ke tanah dan meminta penduduk desa untuk mencoba mencabutnya. Awalnya masyarakat desa Pathok meremehkan. Mereka ramai-ramai mencoba. Tapi tidak ada yang bisa mencabutnya kecuali Baru Klinthing sendiri. Saat lidi dicabut, keluar air yang makin lama membesar dan menimbulkan suara bergemuruh. Semburan itu makin membesar dan menimbulkan banjir. Penduduk desa berlarian mencoba menyelamatkan diri. Akan tetapi derasnya air membuat desa terendam banjir. Desa itu kemudian berubah menjadi danau yang kemudian kita dikenal dengan Rawa Pening

Satu satunya penduduk selamat adalah Nyi Latung yang menjadikan lesungnya sebagai perahu. Baru Klinting pun kembali berubah menjadi naga yang menjaga Rawa Pening.

Setiap cerita yang beredar di masyarakat selalu memiliki pesan kebaikan. Menurut saya cerita ini berbicara tentang kesabaran, kepercayaan, dan kasih sayang. Selain itu, cerita ini juga mengajarkan nilai-nilai seperti ketekunan, kebaikan hati, penghargaan terhadap kemampuan setiap individu, cinta orang tua, memberi kesempatan pada orang lain untuk membuktikan diri, dan kepercayaan pada diri sendiri.

Bukit Cinta, Rawa Pening, Wisata Murah Meriah di Kabupaten Semarang


08.30 suasana di Bukit Cinta di hari Sabtu masih sepi. Di depan kami sepasang laki-laki dan perempuan baru saja melewati loket dan langsung berjalan menyisir pinggir danau. Sementara saya, Adek, dan Kakak naik ke arah pendopo tak jauh dari pintu masuk. Sementara Paksu berjalan-jalan menyisir danau.

“Duh ... pengen pup. Bawa sabun nggak, Nda?” tanya Kakak sambil meringis.
“Waduh, sabunnya ketinggalan di BSB je,” kata saya.
“Waduuuhh ... udah nggak tahan ini. Gimana ya?”
“Ke toilet aja. Siapa tahu ada sabun di sana.”

Si Kakak pun langsung menuju toilet yang tak jauh dari pendopo. Saya dan Adek sama-sama memotret suasana yang ada di sana. Di dekat pendopo, ada sebuah petilasan dimana ada beberapa sesaji di sana. Tertulis di sana “Petilasan Ki Godo Pameling sampai Moksa.” Konon orang-orang meminta barokah dan pesugihan di tempat ini.

Terjadinya baru klinting

Saya dan Adek menikmati pemandangan danau dari area pendopo. Bukit Brawijaya terbentang menjadi background danau Rawa Pening. Bersyukurnya pas saya di sana cuaca begitu cerah. Jadi kontras banget warna biru dan hijau mendominasi keindahan pagi itu.

Tak berapa lama Kakak datang sambil tersenyum.

“Toiletnya nggak ada sabunnya. Sayang lho. Padahal tempat udah bersih begini. Harusnya pengelola tempat ini juga mesti mikirin. Kalau ada para penjual makanan dan kita bisa dine in. Kan ada kemungkinan orang juga pengen buang hajat dan butuh pembersih yang memadai,” kata Kakak.

Iya juga sih. Mungkin itu bisa menjadi saran bagi pengelola untuk menambahkan sabun sebagai perlengkapan kebersihan. Apalagi di area wisata ini masih banyak wastafel-wastafel yang masih berfungsi. Ada baiknya jika disediakan sabun seandainya butuh cuci tangan di area wisata tanpa harus ke toilet kan?

rawa pening


Kami pun turun ke area bawah. Beberapa rombongan keluarga terlihat mulai berjalan-jalan di pinggir danau. Beberapa saya lihat anggota rombongan yang sudah lansia duduk-duduk di saung-saung yang disediakan di bawah bukit. Saung-saung itu terlihat bersih dan lumayan luas kalau digunakan untuk rombongan keluarga. Selain tempat duduk, ada beberapa stop kontak listrik yang tersedia di setiap saungnya. Lumayan juga nih, bisa sekalian ngecas ponsel kalau pas habis baterai.

legenda baru klinting

“Aku pernah baca di Bukit Cinta itu ada mitosnya ya? Tapi aku lupa,” kata Kakak sambil memotret lansekap yang ada di depannya.
“Katanya kalau lagi pedekate jangan dibawa ke sini gebetannya. Ntar nggak jadian,” jawab saya.
“Masa sih?” Kakak memastikan sambil tertawa.
“Mau nyoba?”

Kakak terkekeh. Kemudian lanjut memotret apapun yang menarik perhatiannya.

Daya Tarik Bukit Cinta Rawa Pening

Namanya juga tempat wisata. Seperti sebuah masakan, tentu saja ada signature yang tak dapat dirasakan di kuliner lain. Begitu juga Bukit Cinta. Tempat ini memiliki keistimewaan sebagai tujuan wisata.

Keindahan Alam
Seperti yang sudah saya sebutkan di atas bahwa keindahan pemandangan di area Bukit Cinta ini menjadi salah satu daya tarik. Wisatawan bisa melihat Gunung Telomoyo dan Gunung Merbabu dari kejauhan. Bukit Brawijaya yang mengelilingi kawasan danau bisa menjadi latar belakang. Nggak kalah cantiknya dengan wisata alam lain.

rawa pening


Jembatan Kayu
Menurut saya salah satu spot menarik di Bukit Cinta adalah jembatan kayu di sepanjang pinggir danau. Ada semacam aula yang bisa dipakai untuk kegiatan kesenian ataupun acara resmi. Apalagi untuk acara pernikahan entah akad maupun resepsinya. Wah ... cantik banget kayaknya apalagi pas ada sunset. Fotonya pasti keren banget. Saya banyak berfoto dengan keluarga saat di jembatan itu. Anak-anak pun sempat mengabadikan beberapa spot di jembatan itu.

Rawa Pening


Berperahu di Rawa Pening

berperahu di rawa pening

Sebenarnya sih pengen nyobain vibes naik perahu dan menikmati berada di tengah danau Rawa Pening. Sayangnya tukang perahu belum datang. Selain itu kami memiliki keterbatasan waktu karena bakda Dhuhur Adek ada kegiatan sehingga kami melewati kesempatan itu. Kalau ada kesempatan balik ke Bukit Cinta mau deh nyobain berperahu.

Berperahu di bukit cinta


Di dermaga sudah tertulis tarif-tarif berperahu. Penumpang pun diharuskan memakai pelampung untuk keamanan. Di sana disediakan banyak pelampung kok kalau pas rame-rame mau berperahu. Jadi nggak perlu khawatir tentang keselamatan penumpang ya?

Spot foto yang instagramable
Beberapa wisatawan berfoto di spot yang berada di area belakang dari Bukit Cinta. Salah satunya spot gembok cinta. Nggak cuma anak muda saja yang berfoto di area itu. saat saya ke sana malah ada rombongan keluarga dan ibu-ibu yang berfoto di area itu.

bukit cinta


Playground
Pengelola Bukit Cinta juga menyediakan area permainan anak-anak. Jika anak-anak bosan menikmati pemandangan di Bukit Cinta ajak saja di area ini. ada beberapa permainan anak-anak yang bisa membuat anak-anak bersenang-senang di sana.

Rawa Pening


Di dekat area playground ada sebuah menara. Saya sebenarnya pengen deh naik ke atas menara. Sayangnya menara itu dikunci permanen. Mungkin khawatir ada kejadian yang tak diinginkan ya? Apalagi tempatnya pun bersebelahan dengan area playground dimana anak-anak suka bereksplorasi apa saja.

RAwa Pening


Saat waktu menunjukkan pukul 09.45 kami pun beranjak pulang. Kami harus memutar jauh menuju pintu keluarnya. Kami melewati penunjuk dermaga jetski. Sayangnya belum dioperasikan. Pasti makin menarik wisatawan yang suka dengan wisata air.

Rawa Pening


“Capek Yah, kenapa kita nggak lewat sana aja yang lebih deket ke parkiran motor? Kalau gini kita kayak di prank nggak sih?” keluh Kakak sambil menunjuk loket pintu masuk.

“Namanya pintu masuk dan pintu keluar kan sudah ada jalurnya. Nggak papa sih, sekalian jalan-jalan,” kata Paksu sambil menyeret tangan Kakak.

Kami memang berjalan memutar. Bahkan harus keluar jauh dari parkiran. Bisa jadi hal ini supaya wisatawan juga melewati pedagang kuliner yang ada di area dekat pintu keluar ya? Mungkin perlu ada penataan yang lebih menyenangkan bagi kedua belah pihak. Pedagang mendapat eksposure dan wisatawan juga nggak merasa di prank harus muter jauh banget untuk sampai ke parkiran.

Salah satu wisata kuliner di Kabupaten Semarang  

Sebelum benar-benar pulang kami menyempatkan diri untuk makan di Soto Sedeep yang ada di Jalan Magelang Semarang, tepatnya Jalan Ambarawa-Magelang km. 5, Dedor Ngisrep Jambu di Kecamatan Jambu Kabupaten Semarang. Tempat itu termasuk menjadi favorit kami saat pulang dari Semarang. Tempatnya luas, pilihan lauknya pun beragam. Di tempat itu tak hanya menyediakan soto saja. Berbagai pilihan makanan pun bisa dipesan, misalnya ayam goreng, nasi goreng, Mie Jawa, Gongso dan beberapa menu lainnya.

Kuliner Kabupaten Semarang

Selain itu Soto Sedeep juga menyediakan makanan prasmanan yang menjadi alternatif bagi calon konsumen yang ingin menu rumahan. Berbagai pilihan sayur dan lauk ada di meja khusus yang berdekatan dengan semacam stall gorengan dan lauk.

Kami pun berangkat menuju Muntilan sekitar jam 11.00. Kali ini Kakak yang jadi driver saya. Karena kami tak memiliki kepentingan untuk sampai secepatnya. Kami pun jalan santai di sepanjang perjalanan.

“Ayah kuat banget ya, Nda? Bisa loh motoran kayak gini seminggu sekali. Sekali jalan hampir 100 km loh. Aku yang umurnya jauh di bawah Ayah aja capek banget rasanya. Perjuangan Ayah luar biasa, ya Nda? Jadi makin hormat dan sayang sama Ayah,” teriak Kakak mencoba mengalahkan deru angin supaya saya mendengar kata-katanya.

Matahari kian terik. Namun hati saya kok maknyes gitu denger kata-kata Kakak. Sebuah perjalanan berwisata yang mengandung banyak hikmah. Dan tentunya bakal kami ulangi lagi. Kami merasa belum puas sih eksplorasi wisata-wisata yang tak harus menyita waktu perjalanan. Next kayaknya pengen balik lagi ke Bukit Cinta buat ngerasain berperahu di tengah Rawa Pening. Siapa tahu jetski nya juga sudah mulai beroperasi. Ngebayangin nyobain jetski aja udah bikin hepi. Menurut kalian, kami harus mampir kemana nih kalau pas touring lewat area Kabupaten Semarang?

Tulisan ini dibuat untuk mengikuti Lomba Blog Pesona Wisata Kabupaten Semarang

Tidak ada komentar:

Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih