Assalamualaikum temans
Saya dibesarkan dalam keluarga yang cukup demokratis. Meski ibu saya termasuk strict parent. Bapak saya memberi banyak ruang bagi anak yang tiga-tiganya berjenis kelamin perempuan.
Saya ingat di waktu kecil kami semua dilatih belajar bulu tangkis. Saya masuk dalam sebuah klub bulu tangkis untuk pemula meski saat itu pesertanya lebih banyak laki-lakinya. Benar-benar dari awal banget. Bukan hanya main saja. Akan tetapi teknik-teknik yang diajarkan. Seperti teknik forehand, back hand, loob, smash ataupun netting.
Saya dan adik-adik juga diajari untuk melakukan pekerjaan yang biasa dilakukan oleh laki-laki. Nggak sampai pasang genteng sih. Tapi saat itu jarang ada anak perempuan yang melakukannya seperti ganti bohlam, menggergaji, nyuci kendaraan serta angkat-angkat barang yang lumayan berat.
Kedekatan saya dengan Bapak ternyata mempengaruhi pola pikir saya. Kebiasaan saya ngobrol dengan Bapak membuat saya bebas bertanya apa saja. Bahkan saya tak punya rasa takut untuk mengkritik atau protes. Tentunya dengan kata-kata yang sopan ya? Bapak pun nggak masalah jika saya mengutarakan rasa sedih, kecewa atau marah pada beliau.
Tak hanya terkait dengan pola komunikasi. Menyikapi masalah pun bisa seselow itu. Misalnya saat saya dibully oleh teman-teman perempuan saat SD. Meski di awal saya sempat menangis karena nggak punya teman. Lama-lama saya bersikap bodo amat. Saya berpikir bahwa teman saya tak hanya mereka. Saya masih punya teman yang lain. Saya pun akhirnya lebih banyak berteman dengan laki-laki sampai kuliah.
Bapak membebaskan saya memilih kegiatan yang saya mau. Passion saya pun didukung penuh. Ketika saudara saya dipaksa untuk masuk jurusan akuntansi saat kuliah. Bapak support pilihan saya di jurusan komunikasi karena saya pengen bekerja di stasiun televisi meski tak kesampaian.
Beliau memberikan tantangan terkait dengan passion saya. Seandainya tulisan saya dimuat di media. Bapak akan membelikan saya mesin ketik terbaru saat saya SMP. Saya semangat banget nulis cerpen saat itu. Meski tulisan saya dimuat sebuah majalah dua atau tiga tahun kemudian. Bapak pun memenuhi janji.
Apa yang dilakukan Bapak bukan hanya terkait dengan parenting saja. Akan tetapi Bapak membuka cakrawala berpikir. Bahwa antara laki laki dan perempuan memiliki hak yang sama. Kemerdekaan dalam berpikir milik manusia dan tak mengenal kasta.
Setiap orang butuh merdeka dalam berpikir
Bagi saya merdeka berpikir itu bebas memiliki pendapat, ide, sudut pandang tanpa harus dipengaruhi orang lain. Merdeka berpikir juga berarti berani menyampaikan pemikiran kita pada orang lain, memberikan kritik dan tidak takut saat berbeda dengan orang lain.
Bebas dan berani. Bukan berarti bebas sebebas-bebasnya. Atau berani sevulgar-vulgarnya. Ada koridor yang bernama bijaksana dan mengedepankan simpati dan empati. Jika toh menyampaikan hal-hal yang tak kita setujui, tentunya sebagai manusia yang beradab mengedepankan kata-kata yang sopan tanpa harus menjatuhkan orang lain.
Merdeka berpikir akan membuat kita lebih kritis dalam memandang sesuatu. Karena pemikiran logis dan terbuka akan memudahkan kita lebih kreatif ketika menemukan solusi. Kita akan lebih percaya diri saat mengemukakan pendapat yang berbeda karena memahami apa yang ada di kepala kita. Dan tentunya lebih bertoleransi terhadap perbedaan karena memiliki pemikiran yang terbuka tanpa harus menghakimi.
Apa yang Bapak ajarkan pada saya ternyata mempengaruhi cara saya mendidik anak. Saya pun berusaha memberikan kebebasan pada anak-anak apalagi yang terkait dengan kreativitas. Contohnya saat anak saya main di luar rumah. Mereka bakal bereksplorasi dengan tanah, kerikil dan berbagai benda yang ada disekitarnya. Alih-alih melarang mereka main kotor-kotoran. Saya memfasilitasi dengan barang-barang penunjang lain untuk mereka bereksplorasi dengan aman.
Sering kali orang tua melarang anak bermain kotor-kotoran, atau memilihkan anak sesuatu yang kurang diminati. Hal itu akan membentuk penjara pikiran pada anak-anak. Penjara pikiran hanya akan membatasi anak dalam bereksplorasi sehingga menutup kreativitas anak-anak dalam mencari tahu akan sesuatu.
Merdeka berpikir untuk anak memberikan ruang bagi mereka untuk berbagai hal yang bisa mereka pelajari tak hanya di bangku sekolah.
Belajar dari kesalahan.
Saat anak melakukan kesalahan sebagai orang tua tak perlu kita memarahi. Biarkan anak menemukan letak kesalahannya dengan bantuan kita sebagai orang tua. Saat mereka menemukan apa atau letak kesalahannya. Dorong dan dampingi mereka untuk memperbaiki kesalahan dan tak mengulangi kembali.
Memiliki pendapat sendiri yang terkait dengan pendirian dan ketegasan dalam bersikap atau mengambil keputusan.
Anak memiliki pendapat sendiri dan tidak menelan mentah-mentah informasi yang datang. Ia akan memiliki kekritisan dalam berpikir dan mempertanyakan. Ia akan memiliki ketegasan dalam bersikap. Tidak sekadar ikut-ikutan teman. Dan mereka memiliki pendirian yang kuat.
Pengembangan potensi lebih maksimal
Passion anak itu berbeda-beda. Jangankan dengan orang tuanya. Saudara kembar pun tetap saja masing-masing memiliki minat dan bakat yang berbeda. Saat orang tua membebaskan anak untuk menggali potensi. Ia akan secara cepat menemukan dimana kelebihannya. Tinggal kita sebagai orang tua memberikan dukungan dan support penuh. Yang penting tidak menyalahi nilai agama maupun masyarakat.
Sebagai support system anak, orang tua pun harus memiliki keterbukaan dalam berpikir dan belajar untuk mengikuti perkembangan zaman. Jangan sampai kita terjebak dalam pemikiran-pemikiran kolot yang akan menghambat kita memberikan dorongan pada anak-anak. Di sinilah peran mindfulness terasa penting bagi orang tua.
Apa sih mindfulness itu?
Secara garis besar mindfulness bisa diartikan sebagai sebuah kesadaran penuh yang sedang kita alami tanpa menghakimi atau bereaksi secara berlebihan. Kita cukup fokus pada momen yang sedang terjadi dan tak perlu menghakimi. Kelihatannya mudah ya? Tapi jika kita sebagai orang tua mampu melakukan hal ini, ini bakal jadi super parents sih menurut saya.
Bagaimana mindfulness membantu kita sebagai orang tua menerapkan merdeka berpikir?
Menghindarkan dari reaksi yang impulsif.
Sering kali saat anak-anak melakukan kesalahan kita langsung memarahi mereka atau panik sebagai reaksi pertama kita. Hal ini biasanya tidak efektif mengatasi persoalan. Itulah saat mindfulness bekerja dalam diri orang tua. Kita bisa berhenti sejenak, menarik napas. Kemudian berpikir lebih dalam. Apakah jika marah akan menyelesaikan persoalan? Apakah kepanikan kita membuat keadaan menjadi baik atau malah memperburuk? Kesadaran untuk memberikan jeda ini akan memberi waktu kita untuk memilih respons yang baik bukan sekadar bereaksi.
Hadir di sisi anak.
Kehadiran orang tua tak hanya dari sisi fisik saja. Fisik bisa jadi berada di sebelah anak. Akan tetapi pikiran berkutat dengan pekerjaan, urusan tagihan, pekerjaan dan berbagai urusan yang belum selesai. Mindfulness akan membantu kita sebagai orang tua bisa mendengarkan apa yang ingin anak-anak sampaikan. Fokus pada mereka. Mendengarkan setiap kata, melihat ekspresinya. Lantas mencoba memahami perasaan mereka tanpa terganggu oleh apapun. Hal ini akan membuat anak merasa dihargai dan menjadi anak yang percaya diri.
Menjadi role model buat anak
Sejatinya orang tua adalah idola bagi anaknya. Mereka akan meniru apapun yang mereka lihat dari orang tuanya. Seperti layaknya spons yang dicelupkan ke air. Untuk itu perlunya orang tua menjadi teladan bagi anak-anak dalam bersikap dan berpikir. Ketika orang tua memiliki kemampuan mengelola emosi dengan baik si anak tentunya akan belajar dari apa yang mereka saksikan dalam diri orang tua.
Jika merdeka berpikir menjadi tujuan. Maka mindfulness adalah prosesnya dan alat untuk mencapai tujuan. Untuk mencapai tujuan diperlukan usaha dalam mewujudkannya.
Jangan takut salah saat mendidik anak-anak karena kita bukanlah orang tua yang sempurna. Akan tetapi menjadi orang tua yang memiliki kesadaran penuh dengan merdeka berpikir akan membuka jalan anak-anak dan memberikan ruang untuk tumbuh dan berkembang ke arah yang lebih baik.