Obesitas tidak terjadi secara tiba-tiba. Itu yang terjadi di diri saya bertahun-tahun lalu. Peningkatan berat badan terjadi karena pola makan saya yang buruk. Setiap kali mengalami stress coping mechanism yang terjadi adalah makan dengan jumlah yang banyak dan tentu saja bukan makanan sehat. Berbagai jenis junk food hampir tiap hari masuk ke tubuh saya.
Sampai pada suatu saat makan dengan jumlah kalori yang tinggi tak lagi sebagai coping mechanism. Akan tetapi menjadi sebuah kebiasaan. Apalagi memang saya suka sekali dengan makanan dan minuman manis. Tentu saja hal ini makin menambah racun di tubuh saya.
Saya nggak peduli apa kata orang dengan bentuk tubuh saya. Suami pun nggak protes dengan tubuh saya yang makin menebal. Tubuh sebenarnya juga sudah mengirim sinyal bahwa di dalam sana ada yang tak baik-baik saja. Akan tetapi saya denial. Asal nggak ada keluhan berat artinya saya nggak sakit.
Tahun 2018 berat badan saya hampir mencapai 80 kg. dengan tinggi badan yang hanya 1,5 meter tentu saja nggak ideal sama sekali. Berusaha diet tanpa memiliki pengetahuan yang memadai. Dan tentunya pemahaman yang salah tentang diet itu sendiri.
Memang sih, mengurangi porsi makan. Akan tetapi saya tetap sulit untuk tidak mengonsumsi minuman manis. Bahkan saya bisa sekali duduk konsumsi es teler sampai dua mangkok. Hampir enam bulan berusaha melakukan diet yang salah. Tentu saja kegagalan penurunan berat badanlah yang terjadi. Saya pun menyerah. Lagi-lagi nggak kontrol dengan apapun yang saya konsumsi. Lantas memanen rasa sakit dan tak nyaman di tubuh lebih banyak.
Memulai diet
Awal tahun 2019 saya mengalami sakit kepala dan sakit di tumit kaki. Saya pun ke laboratorium untuk ngecek kolesterol, kadar gula, asam urat serta trigliserida. Anehnya semuanya normal. Tapi tubuh saya kok rasanya sakit semua.
Hampir tiga minggu saya nggak bisa bangun karena sakit kepala yang hebat. Qodarullah di masa itu berturut-turut orang yang saya kenal meninggal secara tiba-tiba. Hal yang membuat saya takut karena mereka memiliki riwayat obesitas.
Saya pun menghitung waktu. Ibu saya obesitas dan mengalami stroke di usia lima puluh tahun. Saat itu usia lima puluh tahun bagi saya ya sekitar tujuh tahun lagi. Saya tak ingin mengalami hal yang sama dengan ibu saya. Dalam pikiran saya itu terbersit bahwa saya harus hidup lebih sehat.
Kondisi ini memicu semangat saya untuk move on dari kegagalan diet yang pernah saya alami. Menguatkan niat untuk hidup lebih sehat supaya bisa menua tanpa memberatkan anak cucu. Dalam kondisi tak sehat di tempat tidur. Mulailah saya membaca dan mencari tahu tentang diet yang sehat. Saya kesampingkan konten-konten diet yang menjanjikan penurunan berat badan secara cepat.
Saya pun mencari konten dengan orang yang memiliki profesi sebagai dokter sebagai rujukan. Saya berhati-hati mencari channel youtube tentang pola hidup sehat. Sebagai pemula saya pun memilih konsep diet yang paling mudah untuk dijalani. Saya harus berterima kasih pada channel Yulia Baltschun dan Dion Haryadi yang telah mengenalkan saya apa dan bagaimana defisit kalori itu. Pelan-pelan saya berusaha menjalankan apa yang mereka ajarkan.
Sebelum melakukan diet saya menghitung BMR (Basal Metabolic Rate) dengan kalkulator TDEE (Total Daily Energy Expenditure). Hal ini dilakukan untuk mengukur seberapa banyak energi yang saya perlukan dan menentukan kalori yang saya butuhkan untuk mencapai tujuan berat badan tertentu. Jika saya ingin menurunkan berat badan, maka jumlah kalori yang saya butuhkan harus berada di bawah BMR saya. Setidaknya saya harus memotong minimal 20% dari kebutuhan kalori tubuh saya dalam kondisi menjaga berat badan.
Melakukan diet secara konsisten
Ternyata diet bukan hanya sekedar mengurangi porsi makan. Akan tetapi mengubah pola makan dan pola pengolahan bahan makanan. Saya memulai dengan mengubah apa yang saya minum. Karena saya masih harus minum yang berasa akhirnya sata stok berbagai macam jenis jeruk untuk menambah rasa pada air putih. Sebelumnya saya merasa eneg jika minum air putih.
Setelah bisa minum air putih saya sama sekali tak mengolah makanan dengan menggunakan santan. Saya juga stop beli kudapan yang berbahan tepung tepungan. Saya juga stop gorengan, kudapan yang sangat saya suka. Lama-lama saya pun tak menggunakan minytak untuk memasak sehari-hari.
Saya jadi rajin browsing mengolah lauk dan sayur tanpa minyak. Mencoba berkreasi supaya anak-anak pun tetap bisa makan tanpa saya harus memasak dua kali. Alhamdulillah keluarga tidak ada komplain sama sekali. Hanya saja memang suami belum bisa lepas dari gorengan. Akhirnya saya tetap sediakan dengan jumlah yang terbatas.
Pelan-pelan berat badan pun mulai turun. Bulan pertama turun 3 kg membuat saya sungguh girang. Saya pun mulai berusaha tertib dengan pola makan yang saya lakukan. Dan menepati jadwal makan.
Mengatur Pola Makan
Pagi hari saya memulai sarapan di jam 07.00. Biasanya yang saya konsumsi adalah buah-buahan atau oat. Untuk buah-buahan saya memilih pepaya, melon, atau semangka. Selain terhitung murah dengan kuantitas yang banyak jumlah kalorinya tetap rendah.
Sekitar jam 09.00 sampai jam 10.00 saya mengudap buah lagi. Biasanya jam-jam itu rawan lapar. Sebelum melakukan diet jam-jam segitu saya sudah nge-brunch ngajak temen sambil ngobrol sampai siang. Namun setelah melakukan diet saya mencoba untuk menertibkan jam makan.
Jam 12.00 adalah waktu saya untuk makan siang. Makan siang yang saya konsumsi makan lengkap dengan komposisi nasi, sayur dan lauk. Karena melakukan defisit kalori maka saya mengurangi karbohidrat dan menambah sayur atau lauknya.
Jam 15.00 saya mengudap buah lagi. Jika nggak lapar saya bakal skip kudapan dan menunggu makan sore. Bukan makan malam ya, karena saya menutup jam makan saya jam 17.30 – 18.00 dengan sayur dan lauk saja. Setelah itu saya hanya konsumsi air putih atau minuman tanpa gula.
Lima bulan melakukan diet defisit kalori berat badan saya turun 14 kg. Dalam kurun waktu lima bulan itu saya juga melakukan cheating meal setiap seminggu sekali. Bukan cheating day. Tapi memilih makanan yang sangat saya suka untuk nge-crack supaya saya tak kalap jika sudah sangat ingin makan sesuatu yang saya suka, misalnya ice cream atau berbagai jenis cake yang saya suka.
Cheating meal saya lakukan setelah sebulan melakukan diet. Sudah mulai turun berat badan. Bukan baru seminggu lantas melakukan cheating. Tentunya tubuh harus dibiasakan dulu dengan pola makan yang saya lakukan.
Hanya lima bulan saya melakukan defisit kalori. Setelah itu saya nggak lagi Untuk menjaga berat badan supaya tak berpindah angka saya melakukan olah raga secara rutin. Meski saya tetap menjaga pola memasak untuk keluarga.
Enam tahun setelahnya. Saya sempat naik berat badan sampai 6kg karena tak berolahraga maupun ngawur dengan pola makan saya. Tahun ini saya terbantu saat melakukan defisit kalori dan olahraga rutin di bulan puasa. Berat badan saya turun 5kg. Alhamdulillah sampai saya mengabadikan cerita saya ini timbangan tidak bergeser meskipun sudah tidak puasa.
Yang saya lakukan adalah mengganti nasi dengan karbohidrat kompleks seperti umbi-umbian atau oat. Jika satu hari saya makan kue atau kudapan yang mengandung tepung atau minum minuman manis, maka hari itu juga saya sama sekali tak makan karbohidrat.
Diet mengajarkan disiplin dan konsisten
Saya menyadari untuk memulai sesuatu selain niat yang kuat adalah disiplin dan konsisten. Waktu makan yang teratur dengan pola makan dan pola mengolah makanan yang minim minyak memberikan hasil yang maksimal.
Berbagai keluhan yang ada pada akhirnya menghilang perlahan. Saat check ke laboratorium pun hasilnya pun baik. Kolesterol yang saya khawatirkan masih dalam kondisi normal, begitu juga dengan trigliserida.
Meski berat badan masih dalam kategori overweight setidaknya saya cukup nyaman saat melakukan takhiyat akhir waktu shalat. Hal itu dikarenakan lemak yang menumpuk di pinggang dan panggul banyak berkurang.
Sepertinya saya pengen ngelakuin defisit kalori lagi. Pengennya sih bisa turun tujuh kilo lagi mendekati berat badan ideal. Namun saya perlu niat yang kuat. Apalagi hampir dua tahun ini bersama suami mengelola tempat makan yang menyediakan berbagai kudapan atau makanan berat yang menggoda selera.
Semoga ini bukan hanya wacana ya?
Tidak ada komentar:
Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih