Biarkan Tangan Tuhan Yang Bekerja - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Sabtu, 13 Mei 2017

Biarkan Tangan Tuhan Yang Bekerja

source : www.pixabay.com
Assalamualaikum,
Ketika tema masa kecil disuguhkan oleh Mbak Nia Nurdiansyah dan Mbak Anjar Sundari untuk diceritakan dalam arisan kali ini, saya harus memutar memori lumayan keras karena bagi saya, masa kanak-kanak saya tak begitu membahagiakan. Banyak hal yang kemudian saya lupakan karena dalam alam bawah sadar saya tak menginginkan hal-hal buruk kembali dalam ingatan.
Mungkin saja, hal ini salah satu pertahanan saya untuk bisa survive di masa itu. Bagi sebagian orang, hal itu mungkin bukan satu hal yang besar. Urusan anak-anak. Namun ketika anak-anak mengalami dan terluka, tak pernah disadari oleh orang dewasa sekalipun bahwa hal buruk yang dirasakan ternyata mengendap.
Saat saya bercerita pada suami, saya disarankan untuk menuliskan yang saya rasakan untuk katarsis supaya perasaan negatif dalam hati tersalurkan. Waktu itu saya tak mau. Saya tak ingin ingatan tentang hal buruk hadir dan membuat luka lama terkuak. Namun sejujurnya saya ingin menuliskan hal itu untuk healing saya dari rasa sakit. Mungkin, ini adalah saatnya.



Saya merasakan apa yang saat ini dinamakan bullying di masa kanak-kanak saya. Tak cuma satu orang, namun beberapa orang. Saya sudah biasa dikucilkan teman perempuan, tanpa saya tahu apa sebabnya. Ingin ikut bermain bersama teman, tak diperbolehkan. Bahkan saya ajak ngomong pun mereka menulikan telinga, tetap bermain sambil cekikikan, saling berbisik di telinga. Mata mereka melirik ke arah saya dengan tatapan yang saat itu saya sendiri tak tahu bagaimana mendefinisikan.
Satu titik dimana saya kemudian mencoba bertahan tanpa menangis ketika salah satu teman laki-laki memberikan hadiah pada saya. Ketika saya sejenak pergi dari bangku, barang itu sudah raib. Barang itu sudah menjadi milik teman-teman perempuan sampai tak bersisa. Saya tak bisa berkata-kata. Namun hati saya saat itu berbisik. Ini terakhir kali saya terluka.
Saya jadi membenci kaum saya sendiri. Saya ralat. Saya benci teman perempuan.  Saya pun lantas lebih banyak bermain dengan teman laki-laki. Sampai belajar kelompok pun, saya memilih dengan teman laki-laki. Menurut saya, teman laki-laki lebih asyik. Lebih menyenangkan. Tak ada yang mengucilkan. Mereka tak mengistimewakan saya karena saya perempuan. Semua sama. Hal itu ternyata menyamankan saya.
Semuanya melekat di benak saya. Sampai saya dewasa pun teman perempuan hanya bisa di hitung dengan jari tangan. Saya takut untuk memulai berteman dengan perempuan. Untuk bersahabat dengan teman perempuan saya sangat memilih. Saya kesulitan dekat dengan teman perempuan. Jangankan untuk curhat, main bareng pun saya sangat jarang. Pasti saya melibatkan teman laki-laki jika ada urusan dengan teman perempuan.
Sesungguhnya, dalam hati kecil, saya ingin bisa berteman dengan mudah dengan kaum saya. Namun dalam diri saya seperti ada barikade tersendiri ketika ada perempuan yang punya niat baik berteman dengan saya.  Saya ragu, apakah saya bisa diterima. Apakah saya bisa menjadi teman yang baik untuk mereka? Apakah mereka tulus tanpa ada tendensi apapun?
Mau tahu bagaimana saya membuka diri? Sejujurnya, saya harus berterima kasih pada teman-teman IIDN Semarang. Merekalah yang membuat saya percaya bahwa masih banyak perempuan yang hadir dengan ketulusan tanpa memandang siapa diri saya. Saya masih ingat pertama kali kopdar di rumah Dik Aan, saya merasa minder sangat. Penulis-penulis keren ngumpul di sana. Mba Dedew yang masih hamil besar dengan ramah menegur saya, Mbak Dian Kristiani yang ceplas ceplos. Langsung ketawa lepas sama Mb Archa. Mbak Dian Nafi yang humble, Mba Wati yang murah senyum. Ah ... Segala perasaan negatif yang saya takutkan perlahan memuai.
Pas balik saya bareng Wuri yang kalemnya kelewatan. Saat itu sama-sama newbie di IIDN Semarang, jadi merasa senasib sepenanggungan hahaha ...
Memaafkan memang menjadi hal terpenting saat kita merasakan luka. Keikhlasan untuk melepaskan supaya kekecewaan dan kemarahan tak lagi menjadi duri dalam hati menjadi sesuatu paling berat. Namun bukan berarti itu tak bisa dilakukan. Dan memang, semuanya terasa lebih ringan saat kita berdamai dengan rasa sakit. Kita yang berusaha, dan biarkan tangan Tuhan yang bekerja.
Tuhan Maha Pembolak balik hati manusia.





12 komentar:

  1. wah, sama kek saya mba. pernah "ketaton" sama temen cewek. akhirnya bertemannya sama anak cowok. ketambahan dl sy ngeband yg notabene anggotanya cowo semuaa. hihihii. tp emg dlm byk hal, berteman dg cowo lebih nyaman y mba. mereka bnr2 fair... *tanpa bermaksud mentudutkan kaum kita sendiri sih*. Tp skg stlh menikah teman sy cewek smw :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya mb, sudah memasuki usia cantik, rasanya aneh juga kalau saya masih terlalu dekat dengan lawan jenis. Sekarang sih membatasi aja, ngasih contoh ke anak-anak juga untuk menjaga pergaulan

      Hapus
  2. Alhamdulillah ya mbak Irfa, akhirnya bisa memaafkan masa lalu dan akhirnya bisa membuktikan bahwa masih banyak teman wanita yang baik :)

    Kalau saya sejak kecil memang diremehkan orang2 sekitar krn kondisi perekonomian keluarga. Untung ada bulik saya yang selalu menjadi tameng dan selalu membela kami. Bulik saya lumayan disegani krn ramah dan perekonomiannya termasuk baik waktu itu. Jadi kami merasa 'aman' berada dlm perlindungan beliau :)

    BalasHapus
  3. Berdamai dengan diri sendiri, memaafkan masa lalu, self healing biar kita makin bahagia mbak irfa 😊

    BalasHapus
  4. Aku sendiri dulu pas SD juga banyak kumpulnya sama teman cowok, Mbak. Karena menurutku, dulu, teman cewek itu pada ribet. Dikit2 iri, terus marahan, geng2an. Aku nggak suka. Sampai sekarang ya terbawa. Teman laki2 itu lebih nasional. Nggak pilih2.

    BalasHapus
  5. Setuju mba, kadang temen perempuan malah nenyakiti kita. I fell youuu, tapi sekarang nyaman berteman dengan sesama perempuan kan mba, aku baik kok, hihiii... *Kecap nomer satuuu

    BalasHapus
  6. Bilang "memaafkan masa lalu, self healing" itu tak semudah prosesnya ya mbak. Aku sampai hari ini masih terus belajar biar bisa benar2 menjadikan masa lalu bagian hidup yang aku terima :)

    BalasHapus
  7. Eh...sama mb. Enakan sama cowok ya.. Nggak ribet, nggak nyinyir...

    BalasHapus
  8. alhamdulillah ya mbak bisa kumpul bareng...

    BalasHapus
  9. Saya juga ada pngalaman ndak enak jaman SD ada temen cewek juga yang tiba2 menyebar fitnah padahal tetangga sendiri lho.. ternyata dianya iri sama saya yg anak baru tapi langsung gampang akrab dan ramah...

    BalasHapus
  10. Samaan kita mba, dari kecil mpe remaja aku jaraaangg banget berteman dengan teman perempuan. Mereka hobi ngegibah soalnya. Laahh... sekarang kok ganti aq yg hobi bergibah ya, duh haduuuhhh...

    BalasHapus

Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih