Tanya hati - Jurnal Hati Irfa Hudaya

Minggu, 10 Agustus 2014

Tanya hati

Lagi marak nih istilah jilboobs. Ga perlu dijabarin lagi lah ya, kita semua udah tau apa artinya. Apalagi sering tuh, muncul di timeline fb kita tentang teman-teman kita yang nulis status, update foto, atau share link tentang jilboobs. Bahkan sekilas, aku juga pernah lihat ada buku yang ngomongin tentang itu.

Bukannya aku tak setuju dengan apa yang sudah wara wiri di timeline ku. Namun juga sebuah pertanyaan yang muncul di hati kita. Dalam agama kita, Agama Islam memang setiap umatnya diwajibkan untuk menyampaikan dakwah kepada orang lain walaupun hanya satu ayat. Dan buatku, berdakwah kan tak cuman bi lisan, tapi juga bil hal dimana kita berdakwah melalui perilaku kita sehari-hari. Dan mungkin juga, aku belum layak juga untuk berdakwah karena perilakuku pun masih sangat jauh dari sempurna. Hanya saja, setiap manusia selalu ingin menjadi yang lebih baik bukan?

Aku juga bukan manusia yang sempurna meski aku sudah memakai jilbab dan mengulurnya sampai dada. Aku juga masih jauh dari kata syar'i ketika saat ini aku sedang belajar memakai rok untuk keseharianku. Aku sedang belajar mengenakan gamis saat aku menghadiri taklim atau ke masjid untuk beribadah. Aku sedang berusaha menjadi manusia baik, terutama untuk diriku sendiri.



Aku tak ingin melukai hijabku. Masih banyak di sekitarku wanita-wanita menggunakan jilbab yang menutup sampai dada, mengenakan pakaian longgar, namun mulutnya jauh dari kata syar'i. Bagaimana mereka masih mencela orang lain yang cara berpakaiannya masih belum sempurna dalam berhijab. Mereka, masih merasa diri mereka yang paling baik. Mereka, masih berghibah. Dan mereka masih riya dengan ibadah-ibadah mereka.

Apakah Allah suka ketika seseorang berinfak kemudian mengatakan berapa banyak infaknya untuk orang lain? Apakah Allah suka ketika seseorang bercerita pada orang lain betapa rajinnya ia shalat tahajud dan shalat sunnah di waktu sepertiga malam? Apakah Allah bisa diyakinkan hanya dengan menuliskan kalimat-kalimat religius yang terpampang di status facebook atau berkicau di twitter?

Tanya hati kita. Sudahkah kita menjadi pribadi yang lebih baik? Sudahkah kita menjadi manusia yang layak untuk sombong hingga mencela orang lain? Apakah kita tak bisa memahami, jika seseorang masih jauh dari sempurna ibadahnya karena ketidaktahuan atau proses yang dijalaninya masih dalam taraf itu?

Semua hal baik itu pasti melalui proses. Hormati proses menuju kebaikan. Tak ada yang namanya sim salabim dan tiba-tiba berubah seketika. Atau jika kita sungguh terganggu, kita bisa memberikan pemahaman secara elegan. Sampaikan dengan santun, tanpa menggurui. Sebenar apapun yang kita sampaikan, tapi kesan yang ditangkap seperti menghakimi dan menggurui, kebenaran itu akan spontan tertolak. Tanya hatinya, sentuh hatinya. Sampaikan padanya bahwa Allah Maha Penyayang.

Semoga saja, aku tak seperti ustadzah yang sedang memberikan taushiyah. Aku hanyalah seorang penulis pemula, dimana aku sering tertampar dengan apa yang aku tulis sendiri. Aku hanya seorang penulis serabutan, yang menginginkan selalu ada hikmah dan makna di setiap tulisanku.

Tidak ada komentar:

Mohon tidak meninggalkan link hidup di komentar ya? Terima kasih